Selasa, 24 Maret 2009

Memprediksi Kasus Di MK Pasca Pemilu 9 April 2009

Oleh: Efriza (Hasil Wawancara Ujang Nurohma & Sufyan Marzuki Dari Majalah FIGUR dengan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M. Gaffar)
Salah satu kewenangan MK memutus perselisihan hasil pemilu. Maka pada tahun 2009, setelah 9 April nanti MK kemungkinan akan menerima banyak sekali permohonan terkait dengan sengketa hasil pemilu. Mengacu kepada pengalaman tahun 2004 yang lalu. MK menerima lebih dari 500 kasus telah dikonsolidasikan ternyata kasus yang memenuhi syarat sebagai sebuah permohonan itu kurang lebih ada 274 kasus.
Semua itu telah berhasil diputuskan dalam waktu 22 hari kerja. Meskipun sesuai ketentuan UU untuk sengketa hasil pemilu legislatif, MK diberi tenggat waktu selama 30 hari sudah harus keluar putusan sejak permohonan dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi. Tapi pada tahun 2004 itu, 22 hari sudah putus.
Tahun 2004 rata-rata, pada saat itu peserta pemilu 24 yang mengajukan permohonan 22 (Partai Demokrat, Partai Buruh Sosial Demokrat, Partai Sarikat Indonesia, Partai Keadilan Sejahtera, PPP, PDIP, Partai Bintang Reformasi, Partai Patriot Pancasila, PKB, PNI Marhaenisme, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Persatuan Daerah, PBB, Partai Perhimpunan Indonesia Baru, Partai Pelopor, PAN, Partai Merdeka, PDS, Partai Golkar, Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan) sementara yang tidak mengajukan 2 partai politik, yakni Partai Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia, dan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan. Dari 22 Partai Politik yang mengajukan permohonan ternyata di dalamnya ada lebih dari 500 kasus. Berarti, rata-rata ada 20 kasus. Jadi, 20 kasus ini yang akan dijadikan asumsi tentang perkiraan jumlah perkara yang akan masuk ke MK pada tahun 2009.
Sekarang 44 partai politik, maka dikalikan saja. Dengan asumsi tahun 2004, setiap partai rata-rata 20 kasus, berarti sudah ada 880 kasus. Ditambah lagi dengan DPD, katakanlah DPD ini, 1 DPD berdasarkan Provinsi ada 20 kasus. Ini sudah, 1540 kasus yang bakal masuk ke MK. Jadi dibandingkan dengan tahun 2004, maka perkiraan perkara yang akan masuk ke MK lebih banyak, dan itu pun asumsinya 20 kasus.
Mengacu kepada pengalaman tahun 2004. Pertanyaannya, Siapa yang bisa menjamin bahwa satu partai ini akan mengajukan 20 kasus? Belum ada yang bisa menjamin. Tapi ini sebagai dasar perhitungan, artinya, bisa dikatakan bahwa jumlah perkara yang akan masuk ke MK ketika perselisihan pemilu, maka sebanyak 1540 kasus. Dalam kurun waktu 30 hari, semua kasus itu harus sudah selesai diputus.
Untuk mengantisipasi, bagaimana dalam kurun waktu 30 hari MK bisa memutus 1540 kasus, maka manajemen yang akan dibicarakan di sini. MK sudah menerapkan prinsip organisasi dan manajemen modern dan didukung teknologi berbasis IT.
Untuk itu, MK sudah membagi perkara itu ke dalam tiga panel. Kasus sengketa pemilu, berasal dari partai politik peserta pemilu dan calon anggota DPD. Partai politik jumlahnya 44. Sedangkan untuk calon anggota DPD diasumsikan seluruh DPD di setiap provinsi itu bermasalah. Dari kemungkinan yang terburuk, maka setiap provinsi kita coba perkirakan 1 perkara, itu pun asumsinya sudah sangat rendah. Berarti ada 33 perkara yang masuk. Pendeknya, 33 perkara DPD, dan 44 perkara yang diajukan partai politik. Berarti, kita akan menerima 77 perkara. Yang 77 perkara inilah dikalikan 20 kasus. Jadi 1540 kasus.
Ini yang dimaksudkan managemen, jadi 77 perkara ini dibagi ke dalam tiga panel. Berarti 77 ini dibagi 3 berarti 1 panel ada sekitar 26 perkara. Lalu, di-back up untuk membantu masing-masing panel hakim. Panel hakim terdiri atas tiga, karena hakim MK berjumlah 9, kemudian dibagi habis ke dalam 3 panel menjadi 3 hakim. Artinya, 3 hakim di panel satu, 3 hakim di panel dua, dan 3 hakim di panel tiga. Ini akan di back-up oleh 10 Panitera Pengganti untuk masing-masing panel. Berarti, sudah mengerahkan 30 panitera pengganti dengan hitungan 1 panel di back-up oleh 10. Jadi dari 10 ini, maka 1 panitera pengganti akan memback-up 2,6 perkara. Ini rata-rata 26 perkara tadi.
Panitera Pengganti ini tidak hanya bekerja sendiri, karena dia dibantu ahli bahasa. Ahli bahasa ini tugasnya untuk membantu panitera pengganti, dalam menyusun duduk perkara, berita acara persidangan, dan drafting putusan. Tapi, bukan substansi pertimbangan hukum, dan amar putusan. Karena itu haram. Jadi duduk perkara, karena duduk perkara, sifatnya masih umum sekali, yakni base on permohonan dan base on pembicaraan ketika yang ada di ruang sidang.
Tujuan dari digunakan ahli bahasa, juga menjaga kualitas putusan MK, bukan dari output saja. Meskipun output utama substansinya tapi juga penting dari aspek bahasanya. Tugas ahli bahasa tersebut, membantu Panitera Pengganti untuk menyusun berita acara persidangan, ringkasan pembicaraan dalam ruang sidang, menyusun drafting putusan.
Di sisi lain, MK juga melibatkan petugas penghitung suara yang berbasis IT. Melalui software yang namanya ECL. Melalui software tersebut, dan didukung oleh petugas IT yang punya kompetensi, satu menit bisa langsung disesuaikan. Misalnya, Dapil ini salah, Dapil ini salah, Dapil ini salah, kemudian masukkan angka-angka yang benar menurut persidangan. Pencet satu, maka langsung semuanya mengikuti kita.
Tidak hanya sebatas itu. Berdasarkan pengalaman MK tahun 2004, ada pemeriksaan persidangan jarak jauh, pada saat itu MK meminjam peralatan Polri. Tapi ada keterbatasan, misal, di samping SDM yang mengoperasikan dari pihak Kepolisian, dan hukum acara-nya; namun hal wajar karena mereka juga baru paham. Atau dengan kata lain, bukan SDM kitalah. Berdasarkan pengalaman tahun 2004 itu, maka kita membangun seperti yang sudah kita kenal, sudah diketahui, yakni membangun jaringan video conference.
Video conference ini di tempatkan, di 34 fakultas hukum perguruan tinggi yang tersebar di seluruh tanah air kita. Mulai dari Aceh sampai Papua. Tujuannya, video conference, misal, ketika MK akan menyelenggarakan persidangan MK jarak jauh, seperti mendengarkan keterangan saksi, atau mendengarkan keterangan pihak terkait. Atau ingin mendengarkan keterangan turut termohon, karena ketika keterangan BAP maka yang menjadi termohon, adalah KPU; dan KPU Provinsi, Kabupaten/Kota itu menjadi turut termohon. Dalam hal ini, sebagai pemohon adalah DPP Partai Politik dan calon anggota DPD.
Ketika sidang diselenggarakan diadu bukti-nya. KPU pastinya tidak semua menguasai, seperti terjadi di Dapil Papua, atau Provinsi Maluku Utara. Misal, seseorang di sana sebagai Ketua KPU Kabupaten salah satu di Provinsi Maluku Utara. Lalu, apa kemudian dalam tenggat waktu 30 hari, maka MK kirim surat kepada seseorang yang notabene-nya domisilinya bukan di Ternate ini, di Tual misalnya. Sehingga, MK kirim surat, kemudian belum tentu surat diterima langsung hari itu, atau katakanlah langsung diterima hari itu. Seseorang tersebut juga belum tentu langsung bisa ke Jakarta. Bisa-bisa lima hari baru sampai ke Jakarta, paling cepat tiga hari, belum nunggu pesawat pula.
Sekat-sekat seperti itu sudah MK hilangkan. Melalui teknologi video conference kita kerjakan di Universitas Khoirul Ternate. Yang Tual itu datanglah ke Universitas Khoirul, fakultas hukum itu di situ. MK sidang di sini, anda di sana menyampaikan keterangan yang dibutuhkan MK. Pendeknya, ide besarnya adalah meningkatkan atau mewujudkan akses support in justice.®

MELIHAT PERJUANGAN CALEG DPR RI DARI PARTAI BURUH BERDASARKAN WAWANCARA

Oleh: Efriza, Penulis Buku “Mengenal Teori-Teori Politik, dan Ilmu Politik”
Bagi Penulis, penulisan ini dilakukan dengan alur cerita sesuai hasil wawancara dengan Ericson Hutabarat, Caleg DPR RI Dapil Jawa Barat VI (Bekasi-Depok), di Leksika, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Dilihat dari profile saya, Pertama, Saya adalah Sarjana Ilmu Politik (IISIP-Jakarta), yang banyak mempelajari ilmu tentang politik. Kedua, dalam akitivitas hari-hari saya, sewaktu di kuliah maupun sebelumnya, sangat berhubungan dengan dunia politik. Seperti, saya aktif di GMNI, Jakarta Raya; kemudian di FPKR (Forum Pemurnian Kedaulatan Rakyat), juga di akitf di Senat IISIP. Terakhir, tahun 1997-1998 terlibat aktif dalam aksi Demo Mahasiswa: Penggulingan Soeharto. Termasuk ikut dalam aksi pembentukan, misal, dari pembentukan Forum Kota (Forkot) sampai aksi demo forkot itu. Walau sebatas di Lenteng Agung, atau Jakarta Selatan. Jadi sudah sangat jelas, bahwasanya sepertinya jalur hidup saya itu ada sekian persen banyaknya di Politik.
Lalu pertanyaannya, mengapa saya memilih Partai Buruh? Pertama, Partai Buruh, partai yang memiliki cita-cita yang sepaham dengan cita-cita saya, bahwa Partai Buruh memiliki cita-cita ingin mensejahterakan rakyat, atau negara yang mensejahterakan rakyatnya. Bagi saya, sekarang ini merupakan bentuk kegagalan dari penyelenggaraan negara adalah menjalankan amanat UUD 1945 tentang mensejahterakan rakyatnya. Dimana yang kaya itu, dan yang miskin, jurangnya sangat tinggi perbedaannya. Sementara, jelas cita-cita kemerdekaan atau cita-cita republik bangsa ini adalah membangun negara yang mensejahterakan rakyatnya. Dan ini yang menganggu hati nurani saya, sehingga saya melihat Partai Buruh ada visi-misi yang sama dengan cita-cita berdirinya republik ini.
Kedua, banyaknya negara-negara maju yang dikelola oleh penguasa atau rezim Partai Buruh itu memperkuat bahwasanya bila sebuah negara dipimpin oleh rezim buruh arahnya akan lebih baik atau katakan menuju negara yang sejahtera.
Alasan yang lainnya, yang teknis ada beberapa, seperti saya ditawarkan beberapa partai lain dalam hal ini ada dua partai. Tapi partai yang satu lagi merupakan partai yang bertentangan dengan cita-cita saya, dan juga bertentangan dengan masa-masa waktu saya aktif di gerakan. Partai itu dimotori dan dikelola rezim yang lalu. Kemudian ada satu lagi partai yang sifatnya menurut saya sangat terbatas, dalam pengertian berideologikan keagamaan.
Sementara jelas di profile, saya sebagai aktivis gerakan mahasiswa nasional. Itu juga menunjukkan sangat berbeda dengan siapa diri saya, dan itu akan bertentangan dengan bathin saya. Sementara di Partai Buruh ini justru banyak hal-hal yang terjadi sekarang ini, itulah yang harus kita banyak diperjuangkan. Di samping di partai buruh ini, saya mengalami kemudahan-kemudahan, baik kemudahan berpartai, mendapatkan dapil, dll. Kemudian, segmennya itu jelas, yaitu buruh. Yang partai lain, tidak bisa mengklaim. Sementara partai buruh bisa mengklaim ini adalah partai satu-satunya yang memperjuangkan buruh. Walau makna buruh di sini tidak boleh dipersempitkan.
Kemudian, kenapa mesti DPR pusat? Pertama, kemampuan pengetahuan saya. Saya pikir sudah cukup. Kedua, kalau di profile diri saya juga jelas bahwa saya pernah menjadi pemantau di DPR selama 7 bulan. Dalam Pemantauan itu saya bersama Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) memantau kinerja DPR, seperti dari kerajinan, materi sidang, bahkan hal-hal yang selama ini juga tidak terlihat dan terungkap oleh media maupun publik. Waktu yang 7 bulan, cukup membekali saya memahami DPR itu seperti apa, baik dari tugas dan fungsinya maupun di luar itu atau ada hal yang lain.
Kita sudah tahu sampai hari ini, Apakah teman-teman sepakat DPR ini sebenarnya di-justice atau dinilai publik bahwa DPR yang sekarang ini adalah DPR yang tidak berwibawa, korup, penuh permainan kotor, yang memiliki istri atau simpanan. Pertanyaannya, Bagaimana kita mau melakukan perubahan kalau situasi dan kondisi DPR kita seperti ini.
Belum lagi DPR kita dianggap agen asing, seperti terlihat dalam pembahasan sebuah Undang-Undang (UU). Agen-agen kepentingan para penguasa, misal, banyak produk hukum DPR lebih berpihak kepada penguasa atau pengusaha.
Belum lagi DPR kita melahirkan satu sistem anggaran, yang anggarannya ini tidak pro-rakyat hanya untuk kepentingan elite. Ini merupakan sebuah realita yang sampai hari ini kita lihat. Sehingga, saya melihat salah satu jalan yang cukup strategis merubah bangsa ini adalah melalui kamar DPR. Yang sekarang ini dengan sistem suara terbanyak, potensi merubah DPR ini semakin nyata dan semakin dekat.
Kita yang muda, dalam pengertian di sini Calon Anggota Legislatif (Caleg) muda, memiliki peluang masuk, memiliki ambisi, dan idealisme. Mengapa saya bilang ambisi? Karena waktu yang kami miliki masih panjang untuk merawat dan menjalankan negeri ini, dibanding mereka yang sudah lalu. Mereka yang sudah lalu, yang dipikirkan adalah menumpuk kekayaan. Kami ini masih ingin menunjukkan eksistensi mengabdi terhadap republik ini.
Selain itu, kenapa juga harus di DPR? Ya salah satunya, untuk menerapkan ilmu yang telah saya emban. Ilmu politik yang telah saya emban pasti akan lebih bermanfaat. Kita tahu banyak sekarang anggota DPR, didominasi yang bukan sarjana ilmu politik. Walau bukan memang harus sarjana ilmu politik. Tapi menurut saya, akan lebih bagus bila anggota DPR itu adalah sarjana ilmu politik. Kenapa? Karena akan memiliki tes politik yang lebih baik, dan lagi ilmu politik sangat jelas diajarkan tentang etika politik, dll.
MEMBACA: PERSOALAN BURUH
Pertama-tama memang yang paling sulit adalah kita melihat kondisi buruh ini dulu. Saya bagi minimal tiga. Pertama, tentang persepsi. Sampai hari ini saya menemukan realita sulitnya bicara buruh, dimana banyak yang menolak dan menentang persepsi tentang buruh. Ada pembagian kelas lagi setelah buruh. Bahwa ada sebagian kecil mereka yang bekerja, mengaku dirinya bukan buruh. Tapi pekerja. Contohnya, kalau yang buruh itu dianggap mereka yang bekerja dimesin-mesin produksi pabrik. Namun bagi mereka yang bekerja di atas meja, duduk, sambil menulis mengunakan komputer atau lap-top mereka menamakan pekerja. Selain itu, mereka yang menamakan dirinya−yang bekerja di tengah perkotaan, menggunakan akses internet tinggi, menggunakan fasilitas yang memadai, berpenampilan cukup high socialty seperti minimal memakai jas atau dasi, dsb; mereka menamakan dirinya bukan pekerja melainkan seorang profesional.
Ini membuat perburuhan kita semakin tercerai-berai dan ini akan menyulitkan. Padahal menurut saya, apapun itu namanya, bagi siapa pun yang masih bekerja, Apakah itu bekerja kepada seseorang atau apakah itu bekerja kepada lembaga atau perusahaan atau lembaga pemerintah dan dia masih menerima upah atau gaji atau honor atau uang lelah, itu semua adalah buruh.
Cuma masalahnya, Apakah mungkin yang seorang manager yang bergaji di atas 7 juta, memiliki karyawan atau bawahan bagian produksi sekitar 100-500 orang, mau dikatakan buruh? Tentu mereka akan menolaknya.
Untuk hal yang terberat adalah mendamaikan tentang persepsi ini dulu. Ke depan mungkin kita akan coba untuk bagaimana mendapatkan satu kesatuan pemahaman tentang adanya pemahaman persepsi buruh itu.
Kalau kita melihat di dunia barat, di Eropa khususnya negara-negara yang maju dengan buruhnya. Bahwa persoalan persepsi tidak ada masalah, banyak yang mengakui mereka itu buruh. Bahkan, ada seorang buruh yang berhasil mencapai kursi untuk menjadi presiden.
Kedua, terpecahnya organisasi buruh. Bahwa Terbagi atas bahkan ribuan organisasi buruh. Baik organisasi besarnya maupun jenisnya di bawah. Kita sampai hari ini, mungkin kalau disuruh sebut nama organisasi buruh, tidak mungkin bisa menyebutnya, karena saking banyaknya. Ini pula yang akan melahirkan kepentingan yang berbeda.
Kedua persoalan tadi, yakni persepsi dan kondisi organisasi, memang itu sebagai rangkaian hasil kerja kejahatan politik di zaman Soeharto. Ketika kekuasaannya dulu dianggap ancaman sehingga kekuatan buruh itu dikondisikan lemah dengan karya politik tadi, yaitu menghancurkan tentang persepsi atau definisi juga tentang struktur buruh tadi.
Padahal kalau kita tahu sejarah republik ini, salah satunya republik ini bisa menggalang kekuatan perlawanan kolonialisme Belanda maupun Jepang. Adalah kekuatan buruh yang pertama yang terorganisir secara rapih disamping ada kekuatan lokal. Tapi yang terorganisir rapih adalah kekuatan buruh. Namun, setelah merdeka, ada sebuah peristiwa yang sampai hari ini saya yakini tidak jelas buruh menjadi kambing hitam dari rezim masa lalu. Itu untuk dua masalah.
Ketiga, adalah ketika Partai Buruh muncul dengan dua hal persoalan di atas. Partai ini belum bisa diterima baik oleh buruhnya, baik yang dibilang sebagai pekerja, kalangan profesional, ditambah masyarakat lain yang merasa tidak merupakan bagian kelas buruh. Kalau kita anggap itu kelas atau kelompok, padahal yang dimaksud buruh di sini, petani pun termasuk buruh yakni petani yang tidak memiliki sawah tapi dia hanya petani penggarap. Begitu juga dengan nelayan, bahwa nelayan yang tidak memiliki kapal tapi dia hanya membawa kapal dari pemilik kapalnya ke tengah laut untuk menangkap ikan, yang selanjutnya untuk diserahkan hasilnya, dan dia hanya mendapatkan upah.
Begitu juga yang lain, termasuk adalah kaum miskin kota. Ini sebenarnya tadi, semuanya masih garapan partai buruh. Ini juga persoalan mensosialisasikan yang saya lihat belum berhasil kepada masyarakat. Itu berjalannya setahap.
Termasuk juga kepada mereka yang masih aktif belajar sebagai mahasiswa. Ini juga sebuah sarana, bahwa mereka juga akan mengalami suatu masa, ketika baru lulus belum tentu dapat pekerjaan. Artinya, dia akan menjadi penggangguran. Penggangguran itu juga adalah titik terberat partai buruh untuk memperjuangkannya.
Bahwa kalau petani, nelayan, buruh atau pekerja tadi, mereka sudah bisa memperjuangkan dirinya minimal mendapatkan upah yang dia bisa dapatkan apa adanya. Tapi kalau penggangguran dia sama sekali belum mendapatkan apa-apa, seperti upah maupun pekerjaannya. Ini juga harus dipikirkan Partai Buruh. Bahwa Bagaimana partai ini bisa memperjuangkan mereka yang sudah sekolah tinggi. Tapi tidak ada sarana pasca sekolah, maksudnya setelah kuliah adalah mengganggur.
Pendek kata, Bagaimana ini butuh kebijakan negara untuk menciptakan lapangan kerja baru? Dan, saya yakini hanya Partai Buruh-lah yang mampu melihat persoalan ini.®

Senin, 23 Maret 2009

SEBUAH KETULUSAN

Oleh: Ira Puspitasari, Penerjemah Buku Mengenal Teori-Teori Politik, & Ilmu Politik
Hujan sangat deras di luar, sang ibu dengan wajah penuh harap menatap serius ke arah hujan sambil menyusui anaknya di dada kirinya. Pikirannya menerawang pada keadaan lelaki yang dicintainya di luar sana yang sedang berjualan gorengan. Apakah dia mendapat tempat teduh..apa ada yang membeli jualannya saat hujan begini..
Di bawah jembatan, lelaki itu sedang semangat menggoreng dengan banyaknya. Berpikir hujan-hujan begini orang biasanya senang makan yang hangat-hangat. Tidak lama sebuah mobil panther hitam berhenti. Dari dalam tampak padat dan ramai dengan anak-anak, dan orang tua. Keluarga besar rupanya, pikir Marno. Terdengar saut-sautan dari dalam mobil, saat kaca mobil terbuka.
“Pa, aku pisang goreng!’ saut anak kecil dari bangku bagian belakang.
“Aku bakwan om” saut yang lainnya.
“Borong aja pasemuanya biar kebagian” saut seorang ibu dari bangku tengah.
Dengan semangat Marno mulai melayani pelanggannya. Selesai itu Marno mulai menggoreng lagi untuk pelanggan berikutnya. Tapi rupanya keberuntungan tidak selalu datang berturut-turut, gorengan yang sudah dibuatnya belum juga laku terjual. Sudah tengah hari dan hujan pun sudah reda, Marno memutuskan untuk pulang ke rumah dulu.
Di rumah, Wati yang sedang melamun memikirkan suaminya di luar sana, lalu dia menatap putrinya yang sedang menyusu dan sambil terlelap tidur. Beruntung dia telah memiliki putri cantik dan laki-laki yang dengan sekuat tenaga selalu berusaha membuatnya bahagia dengan segala keterbatasan yang ada.
Wati tersenyum, ditaruhnya si kecil Marni di kasur tipis beralas seprei merah muda yang lusuh. Dibuatnya Marni tidur dengan senyaman mungkin. Mulailah dia membereskan pekerjaan rumahnya, sehingga sesampainya Marno ke rumah, dia bisa makan dengan kenyang. Belum selesai apa yang dikerjakannya, Marni menangis, waktunya minum susu. Kalau pagi memang Marni lebih sering tertidur, apalagi jika perutnya sudah kenyang. Dia akan mulai menangis jika tidurnya tidak nyaman atau dia haus dan lapar. Beruntung air susu Wati selalu tersedia penuh, kapanpun Marni minta minum, Wati selalu sabar memberikan asinya dan membiarkan Marni berlama-lama menghisap putingnya.
Dengan segera Wati mencuci tangannya dan menghampiri Marni. Wati senang melakukan pekerjaanya sebagai ibu rumah tangga sejati, tapi..berat sekali menjalani semua ini. Mengurus rumah, anak, suami. Wati mau semua di jalaninya dengan sempurna, menjadi ibu yang baik untuk anaknya dan menjadi istri yang sesuai seperti yang di inginkan suaminya.
Marni dengan semangat menghisap putingnya. Wati menatap ke arah dapur, masakannya belum matang. Panci, baskom, masih tergeletak tidak beraturan, sayur-sayurannya masih di dalam baskom, belum disentuh sama sekali. Beberapa bumbu sudah disiangkannya tapi belum ada yang siap untuk dimasak, apalagi untuk dimakan. Bagaimana kalau suaminya pulang untuk makan. Marno memang tidak berjualan terlalu jauh dari tempat tinggalnya, jadi setiap jam 12 siang Marno akan pulang untuk makan siang. Rumahnya masih terlihat belum benar-benar rapih, hujan di luar sudah mulai reda, pasti suaminya akan pulang sebentar lagi.
tek..tek..tek..bunyi penggorengan di pukul terdengar, tanda Marno sudah sampai.
"Kamu kehujanan Yah?" sahut Wati dari dalam, tanpa menghampiri ke pintu karena masih menggendong Marni.
"Tidak. Aku berteduh di bawah jembatan pada saat hujan turun" jawab Marno sambil tersenyum ke arah Wati, lalu meletakkan pikulannya. Wati menaruh Marni lagi karena sudah tertidur kembali, lalu menghampiri Marno di pintunya menemani suaminya masuk. Di ikutinya Marno dari belakang. Pundaknya basah..
Wati mengambilkan baju kering dari dalam lemari dan memberikannya pada Marno. Marno langsung tersenyum, dalam hatinya berkata, istriku paling tahu apa yang aku butuhkan, dan dia tidak pernah marah dengan kesalahan-kesalahan kecilku.
Selesai mengenakan baju keringnya, Marno duduk disamping Marni dan menatapnya dengan senyum. Marni lucu sekali sewaktu tidur, mulutnya sambil kenyot-kenyot seolah-olah dia masih dalam dekapan ibunya sambil menyusu. Wati masih berkutat di dapur mencoba memasak seadanya.
“Bu, Marni ngapain aja hari ini?”
“Dia tidur terus, lumayan minumnya banyak, jadi tidurnya nyenyak banget”
“Ayah jualannya gimana?’ lanjut Wati sambil mengiris bumbu untuk tumisan.
“Yah lumayanlah” jawabnya datar.
“Kalau di luar jualannya tidak terlalu ramai jangan terlalu dipaksain yah, kan ibu juga jualan di depan rumah, lumayan, ibu-ibu pada suka jajan. Kata mereka gorengan ku berasa bumbunya” sambil mengulek sambel Wati tersenyum bangga. Lalu disingkirkannya bumbu-bumbu dan mengambil piring untuk wadah sambelnya.
“Alhamdulillah deh. Maaf ya bu, ayah tidak bisa banyak membantu untuk pengeluaran rumah, cuma seadanya, gak bisa kasih banyak-banyak supaya ibu bisa leluasa untuk belanja ataupun menabung untuk kita nanti”
“Yah, ibu sudah bersyukur ayah sudah memberikan yang tidak kurang”
“Ah ibu bisa saja” Marno menghampiri Wati dan mengacak-acak rambut Wati yang sedang menumis sayur dengan mesra.
“Kamu masak apa untuk aku bu?”
“Tumis kangkung dan tempe goreng kesukaan kamu”
“Asiik..jadi laper aku” senyum sumringah keluar dari bibir Marno.
“Harap tunggu ya, setengah jam lagi deh”
“Aku bantu boleh?”
“Nggak usahlah, kamu jaga Marni aja yah, takut ada lalet nemplok”
“Ok!” Marno langsung menghampiri Marni dan mengambil kipas.
“Bu, apa kamu bahagia dengan keadaan kita sekarang yang serba kekurangan”
Wati tersenyum sambil menggoreng tempe kesukaan suaminya
“Yah, kebahagian itu tidak bisa diukur dengan harta atau keberadaan kita sekarang. Aku sudah sangat bahagia dengan keadaan ini. Karena aku punya suami yang sayang sama keluarga, baik, soleh, bertanggung jawab, dan pekerja keras. Dan satu lagi yang paling penting, aku punya putri cantik yang bikin aku merasa sempurna menjadi wanita”
Senyum ikhlas terlihat dari bibir Wati. Makanan pun sudah jadi lalu ditaruhnya di meja kayu dekat dapur. Wati mengambil piring dan gelas untuk tempat suaminya makan.
“Ayo Yah, sudah siap makanannya” Wati sambil merapikan meja makan kecil di pinggir ruangan di antara kamar tidur dan dapur.
Tempat tinggal mereka sebenarnya bukan rumah, tapi hanya kamar yang mereka bentuk sedemikian rupa sampai ada kamar, dan dapur, juga meja kecil yang mereka taruh untuk meja makan. Pembatas kamarnya Marno taruh triplek saja. Tapi kamar itu mereka sebut ‘rumah kita’.
“Beneran nih ibu ngga nyesel dengan keadaan kita sekarang? Rumah kontrakan yang murahan, jelek, suaminya tukang gorengan, makanannya nggak bisa mewah-mewah dan banyak gizinya” Marno mulai mengambil nasi dan menaruh lauknya ke nasi.
Wati tertawa geli, menganggap suaminya terlalu melebih-lebihkan keadaannya.
“Ayah nggak perlu khawatir, aku bahagia lahir batin deh. Walaupun kita tinggal di rumah yang biasa saja, tapi kita selalu bahagia, penuh dengan tawa kita dan si kecil Marni. Lagi pula, kebahagian itu karena kita senang, bukan karena kita kaya. Satu lagi, makan tempe juga bergizi lho..tinggal bagaimana kita ngolahnya aja, enak apa nggak”.
“Ah kalau masalah enak sih ibu jagonya bikin makanan yang enak-enak…” Marno mulai menikmati makannya sambil menaikkan satu kakinya di atas kursi seperti makan di warteg.
Wati melanjutkan merapihkan dapurnya terlebih dahulu dan mulai membereskan bagian rumah lainnya. Selesai merapihkan dapurnya Wati menghampiri Marno untuk ikut makan.
“Kita harus menerima dengan keadaan kita yang sekarang, karena kebahagiaan itu dari kita sendiri. Sambil gak lupa berusaha dan berdoa supaya keadaan kita nggak gini-gini aja, tapi terus berjalan ke arah yang lebih baik” ucap Wati tersenyum sambil menatap ke arah Marni, berharap di kemudian hari anaknya bisa merasakan kebahagiaan dan tercukupi segala kebutuhan hidup dan pendidikannya.
“Yah semoga semua berjalan dengan baik ya bu”
“Amin..”
Dengan lahapnya Marno menghabiskan makan, dan Wati memulai makan dengan semangat karena sudah lapar. Marni yang sudah berusia 4 bulan masih tertidur nyenyak di atas tempat tidur mereka sekeluarga dalam kamar yang mereka sebut rumah kita, namun keindahan sentuhan Wati membuat rumah sempit itu terasa lega dan indah. Apalagi ada kesetiaan dan ketulusan dari penghuni rumahnya. Marni si kecil pun terkenal anak yang jarang terdengar rewel atau sering menangis oleh para tetangganya. Kata Wati, Marni hanya menangis jika dia mengantuk atau haus, jika sudah diberikan yang dia mau, Marni akan tenang. Wati sudah mengerti benar irama kehidupan Marni bayi mungilnya, buah cintanya dengan Marno.◘

MENGENAI PEMILU BAGI PEMILIH DALAM PEMILU 2009


Oleh: Efriza, Penulis Buku “Mengenal Teori-Teori Politik, dan Ilmu Politik”
Sosialisasi KPU tetap memberi tanda satu kali. Tapi apabila lebih dari satu kali, kemudian menjadi sah selama dalam kolom yang benar. Mengenai hal ini, bagi partai politik, wajib kami menjelaskan sebenar-benarnya tentang penandaan tersebut. Kemudian kepada institusi KPU sampai kepada KPPS, kami wajib memberikan petunjuk sesuai dengan aturan. Dalam hal ini, KPPS diberikan buku panduan, namanya buku Pintar KPPS. Diberikan per kecamatan, dapat digunakan juga untuk bahan sosialisasi, termasuk kepada partai politik dan kepada masyarakat.
Sekarang dalam memilih banyak pilihan walaupun penandanya contreng tetapi kita memperbolehkan beberapa bentuk lain. Andi Nurpati Ketua Pokja (Kelompok Kerja) Sosialisasi KPU, menjelaskan, “Bisa centang, silang, garis, yang umum-umum aja yang digunakan.” Namun, lanjut Andi, “Ada satu lagi yaitu melingkari, tapi kita tidak memasukkan itu karena melingkari ada kesulitan, sepertinya hanya cocok untuk nomor. Kalau nama kurang pas dan dikhawatirkan malah tidak sah. Melingkarinya besar, malah mengenai beberapa nama caleg.”
Sementara bagi pemilih Tunanetra, Template bagi tunanetra hanya bisa DPD saja pada pemilu 2009. Anggota KPU Abdul Aziz, dalam Konferensi Pers, Selasa tanggal 10 Maret 2009, mengatakan, “Pleno kami memutuskan template sementara ini DPD saja. Artinya, untuk pemilihan Anggota DPR dan DPRD, tunanetra mengandalkan mereka yang pendamping. Pendamping itu bukan petugas. Pendamping itu adalah seseorang yang ditunjuk atas keinginan yang bersangkutan, dan yang ditunjuk itu harus juga mengisi formulir dan menandatangani formulir yang disediakan oleh KPU. Bahwa, si pendamping memang dipercaya, dan wajib merahasiakan pilihan-pilihan yang bersangkutan (baca: tunanetra tersebut).”
Selanjutnya, Aziz menjelaskan tentang alasan dari keputusan KPU, “Karena design surat suara yang besar, menyulitkan tunanetra menggunakannya. Kesulitan juga kalau tunanetra tidak ada pendamping, sebab untuk memasukkan surat suara yang besar ke dalam template juga bukan pekerjaan mudah, dan tidak bisa dibedakan mana yang depan dan belakang. Tapi, kalau untuk DPD mudah.”
Lebih jauh mengenai Pemilu, tentang tinta warna yang akan digunakan pemilih dalam memilih, Andi mengatakan, “Tintanya warna merah bukan bolpointnya, dan satu TPS itu jatahnya 4. Serta Pulpen itu pengadaannya di provinsi. Tidak ada standar khusus pulpennya. Jadi pulpen apa saja bentuknya, yang penting warna tintanya merah.” Mengapa Merah, lanjut Andi, ”Jangan ditafsirkan warnanya, kenapa dipilih merah karena kertas surat suaranya putih jadi dipilih yang kontras.” ®