Kamis, 08 September 2011

DPR Sarang Koruptor

jakartapress.com (09/10/2011)
Dua tahun perjalanan anggota DPR Periode 2009-2014, tampak semakin jelas lembaga DPR telah menjadi sarang koruptor. Banyak anggota DPR terbelit kasus korupsi, uniknya kasus korupsi tersebut juga banyak terjadi sebelum anggota DPR itu terpilih.
Fakta telah membuktikan Pemilu 2009 lalu, partai dalam mengisi calon anggota legislatif lebih mengutamakan, baik para kader maupun kader instan yang populer, yang memiliki uang dan mampu mengumpulkan uang bakal mendapat tempat terhormat. Celakanya, parpol tidak memiliki pola rekrutmen dan pendidikan internal yang memadai.
Keadaan ini menimbulkan riuh oleh isu panas dari korupsi yang telah membelit mereka sebelumnya, sampai dengan korupsi yang baru seperti korupsi proyek pembangunan sampai dugaan korupsi bantuan sosial.
Problematika ini makin kentara seperti dijelaskan oleh W. Riawan Tjandra dalam artikel, “Banalitas (Partai) Politik,” akibat kultur politik yang mendorong terjadinya sistem politik yang korup dan manipulatif. Seperti, sistem kampanye yang lebih diwarnai politik “padat modal” daripada “padat karya,” lalu masalah berikutnya kontestasi politik yang cenderung transaksional daripada profesional (money driven politic) telah mendorong terjadinya sistem pemilu ataupun pemilu kepala daerah yang jauh dari semangat good governance. Tak aneh jika kultur dan sistem politik semacam itu akhirnya menghasilkan banyak elit politik yang “tersandera” biaya kampanye yang tinggi, dan setelah terpilih kebanyakan tersandung berbagai praktek korupsi. Selain itu, sistem pendanaan partai politik yang selama ini tidak transparan tak jarang menjadi ajang transaksi antara pemodal/pengusaha (nakal) dan elit politik.
Rentang waktu tiga tahun menuju Pemilu 2014, menjadi tantangan bagi partai politik membenahi sistem internal partai masing-masing untuk mengembalikan kepercayaan publik. Tantangan ini juga untuk merespon kepercayaan rakyat kepada parpol yang sudah semakin rendah (buruk). Mengingat banyak pengurus parpol yang terjerat kasus korupsi, asusila, dan kegiatan parpol serta anggota legislatif yang berfoya-foya dengan menghambur-hamburkan uang untuk kegiatan pribadi maupun kelompoknya, seperti kasus kunjugan kerja sejumlah anggota dewan ke luar negeri yang menghabiskan biaya hingga miliaran rupiah, tetapi tidak membawa hasil memuaskan bagi kesejahteraan dan nasib rakyat Indonesia.
Kepercayaan publik yang semakin memburuk ini, dapat kita amat dalam persentase angka partisipasi pemilih (voters turn out) di Indonesia terus meluncur turun. Turunnya partisipasi ini tidak tanggung-tanggung. Betapa tidak. Dalam tiga pemilu legislatif terakhir, penurunannya sudah di atas 29-an percentage point. Dari 89,85 persen pada Pemilu 1999, menjadi 60,78 persen pada Pemilu 2009.
Tren penurunan ini diprediksi akan terus berlanjut di Pemilu 2014 , sehingga angka partisipasi bisa jadi akan turun mendekai 50 persen. Imbas dari penurunan ini adalah jika sampai 50 persen, maka legitimasi anggota DPR terpilih menjadi rendah.