Jumat, 30 Juli 2010

Jakartapress.com, Jumat, 30/07/2010 | 10:12 WIB Gagapnya Politisi Senayan Oleh: Efriza, Direktur Program dan Riset FD.I

Politisi DPR kian menampakkan kegagapan mereka dalam melaksanakan kerjanya sebagai legislator, realitas ini disaksikan penulis sendiri bersama-sama rekan-rekan penulis di ruang press room DPR RI melalui siaran langsung Sidang Paripurna yang disiarkan oleh TV Parlemen, kemarin (Kamis 29/7/2010).

Kinerja DPR dalam proses seleksi bagi pengisian jabatan-jabatan publik mengalami preseden buruk terhadap penetapan Gubernur BI. Meski Komisi Keuangan dan Perbankan DPR pada 23 Juli 2010 telah secara bulat menetapkan Darmin Nasution menjabat Gubernur BI, tetapi kemarin dalam Laporan Komisi XI mengenai hasil pembahasan calon Gubernur Bank Indonesia terjadi preseden buruk, meski akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan Darmin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Perdebatan sengit di rapat paripurna dalam penetapan Darmin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia. Menunjukkan kegagapan para politisi DPR, lihat saja preseden buruk yang dilakoni Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso dan politisi DPR lainnya dalam rapat paripurna tersebut. Seharusnya penetapan Darmin dilakukan secara voting terbuka, Wakil Ketua DPR RI yang memimpin sidang pun setelah proses skorsing langsung mengetuk palu untuk voting terbuka, namun F-PDIP melakukan aksi walk out karena menginginkan voting tertutup kemudian diikuti F-Hanura.

Atas aksi Walk Out tersebut, secara spontan Priyo Budi Santoso yang memimpin sidang langsung melakukan aksi aklamasi tanpa mencabut keputusan untuk voting terbuka tersebut. Aksi ini menunjukkan, Wakil Ketua DPR gagap dalam menunaikan tugasnya memimpin sidang.

Kegagapan Wakil Ketua DPR juga telah ditunjukkan sebelumnya dalam sidang tersebut. Ketika Ketua DPR mengetuk palu menyatakan voting terbuka, lalu dihujani interupsi, keputusan tersebut mencair kembali hingga berulang sampai 2 kali. Pada kepastian ketiga kalinya, Wakil Ketua DPR akhirnya mengetuk palu untuk voting terbuka, setelah aksi tersebut, Pimpinan Sidang secara spontan menyuruh anggota-anggota Fraksi Partai Demokrat berdiri untuk dihitung suaranya, anggota dewan pun berdiri, kejanggalan ini diprotes anggota Dewan karena mekanisme persidangan untuk voting pun belum dibacakan bahkan penghitungan anggota berdasarkan fraksi juga belum dilakukan oleh biro persidangan DPR.

Dalam menyampaikan interupsi dalam persidangan pun tampak anggota DPR banyak yang gagap dalam melaksanakan tugasnya, seperti adanya interupsi yang meminta voting untuk memutuskan apakah voting terbuka atau tertutup. Realitas ini menunjukkan, anggota Dewan sebagai peserta sidang tidak memahami Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.

Kegagapan inilah yang mereka pertunjukkan di panggung Senayan sebagai wakil rakyat. Atas kegagapan politisi Senayan, penetapan Darmin Nasution sebagai Gubernur BI, meninggalkan preseden buruk perjalanan parlemen Indonesia.•

*) Forum Demokrasi untuk Indonesia (FD-I)

DPR KEMBALI MENGABAIKAN LEGISLASI Oleh: Efriza, Penulis buku “Ilmu Politik; Dari Ilmu Politik Sampai Sistem Pemerintahan”

Proses Legislasi lagi-lagi tak menjadi perioritas, faktanya hingga penutupan masa sidang ke-4 tahun 2009-2010 yang jatuh hari ini, DPR sama sekali tak menghasilkan satu pun RUU yang telah disahkan.
Meski sebelumnya pada Kamis 24 Juni 2010, Pimpinan DPR telah memutuskan Rabu dan Kamis menjadi hari legislasi. Keputusan ini bertujuan untuk mengejar prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010. Dan, akan diberlakukan seusai reses anggota DPR yang akan berakhir 11 Juli 2010 atau pada masa siddang ke-4.
Dalam kurun waktu 2010-2014 Prolegnas menargetkan pengesahan 248 RUU. Dari jumlah itu, 70 RUU diprioritaskan selesai dibahas pada 2010. Namun dalam perkembangannya, prioritas pun diturunkan menjadi 40 RUU pada 2010.
Nyatanya, harapan itu penulis meyakini hanya sebuah mimpi belaka, bahkan prioritas prolegnas ini dikhawatirkan akan merosot dibandingkan periode lalu, misal, pada tahun 2005, DPR dan Pemerintah sepakat menetapkan sebanyak 72 RUU menjadi prioritas prolegnas namun berhasil diselesaikan sebanyak 14 RUU.
Sementara tahun 2010, dari 70 RUU yang ditargetkan rampung dibahas tahun ini, hingga kini baru sembilan RUU yang telah masuk dalam pembicaraan tingkat pertama yakni RUU Protokol, RUU Mata Uang, RUU Komponen Cadangan Negara, RUU Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi, RUU Keimigrasian, RUU Tindak Pidana Pencucian Uang, RUU Transfer Dana, RUU Informasi Geospasial, dan RUU Akuntan Publik. Artinya, sembilan RUU tersebut telah dibahas bersama oleh DPR dan pemerintah. Sisanya, RUU masih dalam tahap penyusunan draf atau proses harmonisasi. Bahkan, terdapat RUU yang belum ada draftnya, seperti RUU perubahan atas UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Hingga penutupan masa sidang ke-3 DPR telah menyelesaikan lima RUU, satu ditolak yakni RUU tentang PERPPU No. 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Empat RUU yang sudah disahkan menjadi UU adalah RUU Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN 2008, RUU Pencabutan PERPPU No. 4 Tahun 2009 tentang perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK; RUU APBN-P 2010; dan RUU Ratifikasi Perjanjian Antara Repulik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura 2009.
Namun, DPR yang pada Masa Sidang III Tahun Sidang 2009-2010 mempunyai target legislasi akan menyelesaikan pembahasan RUU sebanyak 70 RUU, sementara Masa Sidang IV Tahun Sidang 2009-2010 prioritas prolegnas tersebut diturunkan menjadi 40 RUU, faktanya Dewan Perwakilan Rakyat teracam gagal dalam melaksanakan fingsi legislasinya. Sampai dengan penutupan Masa Sidang ke-4, pada realisasinya DPR baru dapat menyelesaikan 5 (lima) RUU, itu pun bukan berasal dari Prolegnas 2010 (atau RUU yang berasal dari kumulatif). Artinya DPR belum menyelesaikan satu pun RUU yang ditargetkan dalam Prolegnas. Tentu saja, melihat kinerja legislasi DPR hingga akhir masa sidang ke-4 tersebut sangat memprihatinkan bagi kita semua.●

Jumat, 02 Juli 2010

Diskusi Publik Peran dan Keberpihakan Kaum Intelektual Dalam Pembangunan Tangerang Selatan

Pembicara:
H. Benyamin Davni, SE, M.Si
(Kepala Bappeda Kabupaten Tangerang Periode 2005-2010)
Alan Pamungkas (Menteri Luar Negeri BEM UIN Jakarta)
Amarno Y. Wiyono (Direktur Non Reguler Universitas Pamulang
Moderator: Patar Nababan (FD.I

Pembicara: Benyamin Davni
Ada beberapa deskripsi yang harus kita pahami. Pertama, geostrategis tangsel terletak diantara pusat pertumbuhan Jakarta Selatan. Momen yang sangat berharga, dan sangat saying dilewatkan. Selain Jaksel, Bogor, dia juga terletak diantara Kabupaten Tangerang dan Provinsi Banten, kondisi ini bermanfaat bagi Tangsel. Kedua, pertumbuhan ekonomi di wilayah selatan, lebih dari 7% kendati tidak selalu harus dibaca investasi pemerintah daerah tetapi juga swasta. Kasat mata dapat dilihat dari juga yang diusung swasta. Ketiga, laju pertumbuhan cukup tinggi. Terakhir belum diketahui angkanya. Tetapi berdasarkan migrasi masuk maupun keluar kurang lebih dari 3% sementara di Tangerang 3,5% artinya ini sangat menarik. Tergantung bagaimana kita mengelola.
Pemekaran Tangsel, diawali pemikiran Bp. Bupati 3,4 juta penduduk yang besar bukan persoalan yang mudah. Di sini ada sedikit ruang untuk masuk dalam mengelola management yang praktis. Jumlah daya dan masyarakat, solusinya adalah pemekaran wilayah. Awalnya dimulai dari transformasi desa menjadi kecamatan. Dengan dasar ini, bahwa keseimbangan managemen pemerintahan daerah dan jumlah masyarakat yang luas pemekaran wilayah merupakan jawabannya untuk pembentukan Tangsel.
Ke depan Tangsel seluruh reoursces harus menyiapkan diri untuk menatap hari depan yang lebih baik. Bagaimana membangun daya saing di Tangsel? Kondisi geostrategis, persoalan ketahanan ekonomi berbicara beberapa hal sector ekonomi yang dikelola oleh sector masyarakat. Dan juga tidak melupakan sector swasta. Krisis ekonomi yang sudah kita hadapi, ketahanan ekonomi berada di sector riil. Ketahanan ekonomi antara produksi dan konsumsi. Di sini ada mekanisme pasar yang tidak disentuh pemerintah daerah, hukum ekonomi berlangsung. Pertumbuhan ekonomi yang cepat, sudah bisa dilihat seperti pertumbuhan mahasiswa di Unpam. Ini berarti ada geliat ekonomi dan masyarakat.
Berikutnya, daya saing. Ditentukan pengembangan kapasitas sumber daya manusianya. Tugas dasar pemerintah daerah, apakah itu pemda tangsel, tangerang, dll. Tugasnya adalah pertama, mendorong dan membangun kesejahteraan masyarakat. Maka 1 juta lebih dari masyarakat merupakan titik akhir persoalan. Ada indicator ekonomi yang menunjukkan kesejahteraan tercapai. Kedua, pelayanan public. Tugas ini wajib dilaksanakan, seperti pelayanan KTP merupakan salah satu factor saja. Semuanya harus diusung oleh pegawai pemerintahan daerah. Bicara pelayanan dasar tidak lepas dari infrastruktur bukan hanya jalan, tetapi juga seperti pendidikan. Ketiga, bagaimana peran dasar pemerintah bisa ditengahkan. Usia yang masih muda ini, juga penuh harapan, bagaimana tangsel dikelola dengan tepat. Sekali peluang ini tidak ditangkap maka akan berbahaya. Bicara daya saing, berarti sumber daya manusia, dari segi qua moralnya, fisiknya, dll.
Flash back ke yang dulu, bahwa pilar dalam manusia adalah otak dan intelektual adalah dari Allah, selanjutnya fisik, dan keterampilan. Peningkatan sumber daya manusia maka potensi dari Tangsel harus menjadi factor penyeimbang ke depannya, masyarakat ilmiah tidak harus di tengah masyarakat, tetapi konkritnya misal, KKN diperpanjang menjadi 6 bulan. Tetapi tidak perlu jauh-jauh cukup tetangga kita saja. Misal, bagaimana ekonomi riil bagi tetangga kita. Dengan cara apa yang ada dari mereka kita kembangkan.
Kendati di tangsel hadir perumahan masyarakat yang mewah dan miskin. Karakter kompleks perumahan seperti apa, misal interaksi yang terlalu dini. Ini merupakan tantangan bagi kita semua.
Berikutnya, daya saing dengan ketahanan ekonomi dapat kita kelola dengan persyaratnya. Yang paling dominant peran pemerintah local dapat hadir di masyarakatnya. Misal, dapat dihadir di masyarakat seperti di Cileduk saya pernah menjadi camat di cipadu, pada waktu itu daerahnya belum tumbuh tetapi bisa tumbuh melalui peran dari masyarakatnya. Seperti di Bandung adanya outlet-outlet. Dulu kekuasaan pemerintah merupakan absolute, korps pegawai didoktrin bahwa birokrasi dipayungi dengan kekuasaan yang begitu besar. Sekarang masih tersisa kultur-kultur itu. Dalam era modern kekuasaan birokrasi tidak sebegitu besar pada zaman orde baru.
Posisi pemerintah hanya memberikan dorongan karena akan terjadi konflik horizontal jika masyarakat dipaksakan. Pekerjaan ke depan kita adalah, menjadi Tangsel yang mampu bersaing dengan masyarakat di daerah-daerah lainnya.
Saya ikut juga dalam proses pemekaran tangsel, satu hal yang penting pemerintah mempunyai otoritasnya, kalau tidak mampu kita berdayakan, maka kita bisa dilebur misalnya dengan daerah parung, jika ini terjadi sangat tidak kita inginkan.
Kembali ke topic tadi, bagaimana memberdayakan sumber daya manusia, dll kabupaten tangerang bagaimana memanagemen pelayanannnya. Kabupatan tangerang utara ini adalah letupan yang kita dengar, tetapi ini merupakan keinginan supaya dapat mengelola rumah tangganya sendiri. Karena otonomi daerah bukan merupakan hak dan kewajiban tetapi merupakan hak dan kewenangan seperti bagaimana hak dan kewenangan yang dimiliki masyarakat tadi. Tentunya ada kesulitan yang tidak bisa kita lewati dengan waktu yang begitu singkat. Dalam perspektif yang lebih luas, diperlukan managemen pemerintahan akan mengakar.
Skenario yang saya bawakan, bagaimana teman-teman kampus dapat hadir dalam lingkungan yang bermanfaat bagi kawan-kawan untuk masyarakat. Masyarakat di Tangsel perlu berinovasi, mampu invensi, dan mampu berdaya saing dengan tetangganya.
Moderator: Patar Nababan
Ini masukan bagi kaum intelektual, misal sumber produktif apa yang harus dikembangkan oleh Tangerang Selatan ke depan.
Pembicara: Amarno
Sebegitu gamblangnya Pak Benyamin memberikan pencerahan apa yang terjadi di Tangerang Selatan. Saya hanya menambahkan, seperti harapan masyarakat terhadap Tangerang Selatan.
Tujuan dari Pemekaran adalah kesejahteraan masyarakat. Pertanyaannya, apakah sebelum pemekaran belum sejahtera? Mungkin sudah. Pada zaman dulu daerah ditata secara sentralisasi. Oleh karena itu, menyadari bahwa sentralisasi bukan konteks yang tepat maka dirubah menjadi desentralisasi dalam hal ini konteksnya adalah otonomi daerah.
Otonomi daerah maksudnya daerah diberikan kesempatan mengurusi rumah tanggannya sendiri. Konteks otonomi daerah memang luar biasa. Bahkan gubernur tugasnya tidak besar. secara teknis kewenangannya ada di Bupati dan walikota.
Faktanya kita sebagai masyarakat awam. Tangsel yang baru seumur jagung, dalam masalah social, yang menjadi harapan dari masyarakat Pertama, percepatan pembangunan infrastruktur. Misal, jalan, coba kita lihat, kita mau lewat mana. Sulit mencari jalan yang bagus. Sekarang sudah kita mulai ada tanda-tandanya setelah dua bulan yang lalu. Ini harus dikejar untuk mengejar ketinggalan dari kota tangerang. Kota tangsel akan menyusul saudara tuanya. Selain itu juga, pelayanan public perlu segera dibangun.
Kedua, pengurusan segala macam dari masyarakat seperti KTP, dll harapannya harus cepat. Ada satu daerah di Jembrana dan Sragen luar biasa, jembrana PAD-nya sangat kecil tetapi dapat membangun gaji karyawan sampai ke-14 karena semua pejabatnya tidak ada yang pakai mobil plat merah. Ini disebabkan no corruption. Lalu menyusul, di Sragen, 10 menit saja, ongkosnya murah. Kapan Pak Benyamin kita bisa melakukan itu? Kalau pelayanan masyarakat bisa dilakukan seperti di sana sangat luar biasa. Pelayanan public perlu ditingkatkan, persoalannya adalah mindnya, pengelolaan daerah seharusnya seperti pengelolaan perusahaan. Pertanyaannya, kita datang untuk mempepanjang KTP ada tidak seperti pegawai Bank ketika kita datang mengatakan apa yang bisa saya Bantu. Kuncinya adalah reformasi birokrasi.
Ketiga, harapan dari kota baru akan terciptanya lapangan kerja. Ini diharapkan betul, oleh masyqarakat tangsel.
Keempat, tangsel akan mendapatkan APBN. Ada beberapa hal yang penting juga adalah pelayanan kesehatan, tangsel sekarang sudah mempunyai RSUD. Semoga itu bisa menjadi rumah sakit besar nantinya dalam melayani masyarakat lebih baik. Pelayanan pendidikan, belum baik. Ini perlu dikaji. Kami sebagai perguruan tinggi sudah banyak mengadakan kajian cuma belum dipublish. Seharusnya akademisi memang turun, kita juga ingin turun tetapi peluangnya belum. UIN, UNPAM kita ini menjadi think-tank ini harapan semoga kita dipercaya.
Kelima, semoga tidak terjadi salah urus. Antara tata kota dengan tata pemerintahan. Disebabkan birokratnya belum berjiwa reformis. Semoga ini tidak salah urus.
Terakhir, penghijauan. Tangsel bisa dibangun untuk penghijauan bisa dikerjakan birokrasi dengan beberapa pengembang di tangsel.
Solusinya, untuk melaksanakan otonomi pembangunan tangsel harus dikerjakan oleh tiga pilar. Untuk menjadi good governance diperlukan tiga pilar birokrasi, privat sector (pengusaha), dan masyarakat madani (masyarakat sipil). Sekarang tiga pilar dilaksanakan bersama, di sini ada keterlibatan masyarakat. Di Tangsel sudah dilibatkan dengan baik. Lalu, keterlibatan masyarakat intelektual. Kami sangat siap untuk memberikan kontribusi peningkatan bagi Tangerang Selatan.
Yang tidak kalah penting adalah Tangsel akan sangat baik dipimpin oleh seseorang yang berjiwa enterprenur, kreatif, inovatif, dan berani mengambil resiko. Keempat, kunci keberhasilan reformasi birokrasi. Ini harus. Birokrasi itu merupakan penyakit masyarakat berkembang, ini harus direformasi atau diwirausahakan. Artinya adalah seorang birokrasi harus mampu mengelola perusahaan seperti jiwa entrepreneur. Kalau birokrasi modelnya sudah kaya Bp. Benjamin maka akan maju.
Terakhir, adalah yang modern adalah dipimpin oleh pasangan yang berasal dari entrepreneur dan birokrasi. Ini sagat penting. Sebab kalau birokrasi semua maka akan sulit mindset dari entrepreneur begitu pula sebaliknya.
Moderator: Patar Nababan
Seperti customer service ini tidak begitu sulit. Kalau di Tangsel sepertinya yang mahir bahasa sunda yang perlu melakukannya.
Pembicara: Alan Pamungkas digantikan Ayib Tayana, BEM UIN Menteri Kemahasiswaan
Saya yakin orang yang berada disebelah kiri merupakan yang kompeten. Karena bagi saya, ketika berbicara perguruan tinggi, maka kita perlu mengarisbawahi tentang pengabdian. Kalau Pak Armano berbicara tentang Tangsel. Sementara Bp. Benyamin berbicara tentang hal yang telah dilakukan.
Diakui atau tidak kalau dulu kita masih sentralisasi sekarang desentralisasi. Kalau menyimak pendapat dari Bp. Benyamin bahwa kalau berbicara tentang Tangerang Selatan maka sangat menarik. Tetapi saya ingin bicarakan tentang peran mahasiswa. Hari ini yang kita lakukan adalah peran dari kaum intelektual. Saya kira tidak sampai hanya seminar saja. Kalau harapan Bp. Benyamin tentang KKN mahasiswa perlu enam bulan. Saya yakin semakin lama agak proses asimilasi seseorang dengan budaya lokal akan lama. Kalau satu orang mampu memegang 10 keluarga. Ini yang diperlukan. Artinya, tidak cukup peran kaum mahasiswa tidak cukup seminar atau menulis di surat kabar. Yang perlu dilakukan adalah kaum intelektual harus bisa memberikan penyadaran kepada masyarakat. Baik secara politik dan hukum. Ini perlu dilakukan walaupun banyak yang bilang masyarakat telah pintar tetapi banyak dibodohi.
Sekarang ini bukan merupakan penurunan terhadap kemiskinan tetapi peningkatan terhadap kesejahteraan ini menurut saya. Saat ini penyadaran politik, seperti pelatihan politik menjadi sangat penting ketika saat ini masyarakat terus-terusan di bodohi dengan permasalahan seperti itu. Persoalan mengorganisir massa juga menjadi persoalan. Ini sangat penting, ketika mau menyadarkan terhadap masyarakat. Ketiga, kita mencoba memberikan alternatif-alternatif pelatihan-pelatihan yang riil. Kalau kita bicara ada 14 dinas di Tangsel yang banyak sekali menyerap disiplin ilmu. Tapi yang terpenting adalah bagaimana kaum intelektual memberikan peran alternatif yang riil. Kalau Bp. Benjamin bilang mekanisme pasar tidak dikendalikan, sebenarnya ini bisa dikendalikan, karena mekanisme awal ada di tangan pemerintah.
Tentang kepemimpinan Tangsel ke depan. Titik ukur pertama, bukan kepemimpinan. Saya baca Koran Tangsel bahwa ada tujuh nama sebagai walikota tangsel, mereka mengklaim pro-rakyat. Ketika si calon mau tidak mau program yang dicanangkan atau dia harus keliling untuk melakukan penyadaran terhadap masyarakat. Bagaimana seorang pemimpin menjadi pemimpin alternatif. Ketika pemilihan kepala desa, seorang calon berkata saya siap menjadi pembantu rakyat. Tetapi sekarang ini tidak ada yang berani mengatakan seperti itu.
Bicara pemimpin yang aspiratif adalah harus yang melayani masyarakat, lalu yang progresif atau melihat peluang-peluang ke depan. Ketiga, membutuhkan pemimpin yang inovatif. Kalau berbicara infrastruktur kita harus memperbaiki ini.
Kemudian, ketika pemimpin kita raih maka pemimpin juga harus mandiri. Kalau bicara otonomi daerah, mau tidak mau semua sumber daya di Tangsel harus dibiayai oleh daerah itu sendiri. Asset yang dimiliki daerah harus dikelola sendiri tanpa campur tangan dari pihak luar. Karena kita bicara otonomi daerah, kita sebagai kaum intelektual harus mampu berbicara itu.
Moderator: Patar Nababan
Ada satu hal yang sama dari ketiga pembicara. Dari pelayanan dan pemimpin yang terbaik untuk mengabdi kepada masyarakat.
Penanya: Tommy P., bekerja di Rektorat UIN
Ketika melakukan pembelajaran perlu disampaikan ke pemerintah. Pokok pemikiran saya, bahwa isi dari perencanaan di sini tidak kapabel. Sebenarnya kalau dari Bappenas dan didaerah adalah Bappeda. Persoalan terjadi, pemerintah tidak melayani dari designnya. Si walikota hanya sebagai pengatur saja dia tidak datang ke masyarakat, cukup sampaikan ke Bappeda. Persoalannya, SDM yang lemah. Seperti dicomot dari Banten, lalu ditaruh di Tangsel. Jadi tunggu pemerintah. Peran intelektual harus mendorong bukan hanya diam saja. Artinya, dimana peran dari intelektual ke mana? Kontrol sosial adalah tidak murni. Seharusnya murni, misal ikatan dosen yang ada di UNPAM bagaimana menjadikan reformasi birokrasi? Tetapi ini tidak ada yang peduli. Kontrol harus diperkuat ini penting. Tetapi kalau besok bulan November, begitu terpilih dia menjadi walikota, maka ini penting, untuk kita mengawasinya.
Rekrutmen CPNS Tangsel ini tidak jelas. Sebab orang-orang yang masuk berbeda jurusannya tetapi lebih karena persoalannya dekat dengan siapa. Kalau kita tidak berpikir tentang permasalahan Tangsel, bagaimana kita memposisikan diri sebagai kaum intelektual.
Penanya: Suharto, UIN
Kemarin sempat saya menghadiri tentang bimtek. Ternyata dari pembahasan, banyak sekali permasalahan tentang perizinan? Mereka sebenarnya ingin taat dalam bidang perizinan tapi ternyata dipersulit. Terutama masalah perizinan. Kalau pemerintah berperan aktif, sebenarnya banyak masyarakat kaum intelektual untuk berperan aktif dengan pemerintah tetapi bermasalah dengan perizinan. Pengusaha pun akan mudah masuk ke Tangsel kalau perizinannya mudah. Dengan banyaknya pengusaha maka di sini akan mengurangi pengangguran juga. Dampak juga akan terkait dengan penambahan APBD. Mungkin itu.
Saya setuju dengan Bp. Armano seperti terciptanya lapangan pekerjaan baru dan masalah perizinan. Mungkin itu saja dari saya. Saya berharap ini tidak hanya sebagai diskusi biasa tetapi lebih berdampak kepada pemikiran untuk perkembangan ekonomi masyarakat Tangsel.
Syaiful Hidayat, Praktisi Hukum Tangerang
Bp. Armano memaparkan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah daerah. Dari mahasiswa keinginannya banyak sekali dari masyarakat. Menjelang pemilukada apakah kaum intelektual mau berperan atau tidak mendapatkan pemimpin yang ideal. Saya kira sederhana, kalau kaum intelektual mau berperan maka sudah harus sekarang melayani ke masyarakat atau service tentang apa yang seharusnya dilakukan.
Kalau kita mau mendapatkan pemimpin yang benar-benar kita bisa mencontoh gorontalo, seperti apa yang kita bisa ambil dari positifnya. Kaum intelektual harus turun ke masyarakat dan mempengaruhi masyarakat untuk mendapatkan pemimpin yang terbaik.
Moderator: Patar Nababan
Kesepakatan kita adalah kita lanjutkan.
Pembicara: Benyamin Davni
Kalau boleh usul kita break dulu untuk mendengarkan adzan.
Kalau berbicara kinerja mereka PNS terkait dengan pola rekrutmennya. Tantangan ke depan bagaimana mengelola isi, seperti satu pelayanan dilayani melalui satu pengelola. Tetapi dalam tahap berikutnya, pola rekrutmen harus mendapatkan tempatnya, kalau pada persoalan hukum, ekonomi, transportasi, maka opsi ini harus diisi oleh orang yang pas. Ini harus dirancang sedemikian rupa terhadap rekrutmen pegawai.
Efisiensi birokrasi harus dilakukan. Apakah itu tepat seluruh kewenangan daerah dilakukan misal apakah sudah tepat berjumlah 14 atau harus merger misal menjadi 8-10 dinas. Ini menyangkut efisiensi. Kembali kepada penanganannya. Kalau satu pelayanan bisa diberikan sector swasta perlu diberikan, kalau diberikan seluruhnya kepada dinas maka sangat mahal biayanya.
Mahasiswa atau kaum intelektual, ini disebut dengan kelas menengah dalam keilmuan maupun masyarakat. Press group di sini bukan dalam rangka meneriakkan yel-yel tetapi memberikan konse perbaikan untuk masalah. Misalnya, dengan dinas dan kaum intelektual. Seperti, kalau penanganan sampah hanya benar dari Pemda saja, ini tidak betul, tetapi harus juga mendengar dari masyarakat. Bahwa pemerintah memang harus mendengar, dan hadir secara manfaat bagi masyarakatnya. Ini harus ditengahkan.
Mungkin diskusi seperti ini dilakukan secara intens. Dan diperlukan perencanaan yang lebih luas terhadap solusi. Musrenbang perlu tepat secara relnya. Masyarakat perlu berbicara tentang daerahnya, dalam bahasa komunikasi yang lebih luas ada interaksi sosial antara masyarakat dan pemerintah daerahnya. Ini harus ada salurannya.
Bagaimana situasi ini bisa kita selesaikan. Dengan cara kebesaran hati, bahwa pemerintah mau mendengar aspirasi dari masyarakat.
Soal perizinan saya sependapat bahwa izin yang lancar dapat melajukan pembangunan. Artinya di sini, penyediaan lapaangan pekerjaan dengan meningkatkan daya beli kepada masyarakat adalah dengan meningkatkan lapangan pekerjaan. Alatnya adalah kebijakan publiknya dan kebijakan anggarannya. Kebijakan public misal mau membuka pabrik sepatu tolong diproses. Izin harus memenuhi standar seperti 1 bulan.
Kedua, dalam belanja langsung seperti sekolah dll. Ini anggaran biaya modal. Dalam klausul kontrak pimpinan dengan pemenang tander misalnya, 20% untuk masyarakat local. Jadi ada alatnya. Dalam rangka meningkat daya beli. Jadi perizinan dengan ekonomi memang berkaitan erat. Kalau di Sragen memang ada standar operasi dan prosedur, ini yang harus dimiliki oleh Tangsel.
Dalam administrasi, dalam lingkaran administrasi ada lingkup managemen, lingkup kecilnya kepempinan, lalu pengambilan keputusan. Ini adalah momen awal dalam pemilukada untuk menentukan kelanjutan otonomi daerah. Tapi bagaimana kita tidak diintervensi oleh pihak lain. Bagaimana sang manajer melakukan managemennya. Karena tangsel tahun ini akan melakukan pemilukada. Karena ini momentum untuk meningkatkan pembangunan tangsel.
Seorang calon harus berani untuk melakukan standar seperti KTP dibuat tidak lebih dari 2 bulan.
Pembicara: Amarno
Sebenarnya peran untuk keluar telah kita lakukan, seperti pengelolaan sampah telah kita lakukan. Tetapi pemerintah beralasan bahwa tidak ada dana. Kedua, pemahaman dalam pengelolaan keuangan, seperti kita punya program studi tentang akuntansi, seperti relatif memudahkan user. Kalau kita buatkan sistem cukup untuk mempermudahnya. Ini salah satu bentuk yang diharapkan. Bahwa intelektual turun ke lapangan.
Bahkan, setiap periodic di tempat kami, setiap bulan ada yang turun dalam rangka mengindentifikasi masalah-masalah di tangsel. Setelah diindetifikasi di bawa ke kampus untuk dicarikan solusinya. Tetapi karena masih baru terbentur soal dana.
Seharusnya ketika terjadi pemekaran butuh lapangan pekerjaan baru. Tetapi ini terbentur ke masalah rekrutmen. Ketika ada daerah baru maka akan menjadi gula bagi pengusaha. Selain itu, kita juga punya tempat untuk lapangan pekerjaan seperti bekerjasama dengan BSD, dll. Dalam hal ini kita pernah menjembatani untuk melakukan segitiga dalam bekerja itu pernah, lagi-lagi kekahwatiran kita terjadi seperti tidak dilanjuti. Ini persoalannya. Mudah-mudahan tidak lagi setelah di Pemilukada.
Ditawarkan untuk memilih pemimpin yang baik, itu bagus juga untuk kita lakukan.
Pembicara: Ayib Tayana
Soal rekrutmen lemah. Inilah yang menjadi permasalahan besar, dan harus segera diselesaikan di pemerintahan tangsel. Setiap pejabat dinas memang saya dapat berita bahwa pejabat dinas mendapatkan jatah satu. Jadi ada kursi-kursi tertentu yang sudah dimiliki oleh pejabat dinas.
Selain itu persoalan tunggu pemerintah. Menjadi persoalan terhadap permasalahan di tangsel.
Soal perizinan sulit memang menyebabkan pengangguran, saya sepakat.
Soal service, memang perlu masyarakat untuk mendapatkan pelayanan.
Moderator: Patar Nababan
Memang diperlukan diskusi-diskusi yang selanjutnya.

Tangsel Pos, Jum’at 25 Juni 2010 Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Wacana Koalisi Birokrat dan Pengusaha Mencuat

SERPONG, TAPOS. Bakal calon walikota Tangerang Selatan dari kalangan pengussaha diprediksi ikut Pilkada Tangerang Selatan. Namun sejumlah kalangan menilai, sebagai kota baru, Tangsel lebih membutuhkan figur yang memiliki pemahaman yang sistemik untuk membangun kota ini.
Pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan setiap orang memiliki peluang yang sama untuk menang, termasuk pengusaha maupun akademisi.
“Kalangan pengusaha juga layak dalam kategori memimpin suatu daerah. Dengan jiwa wirausaha, pembangunan juga bisa dilaksanakan,” ungkap Raya menjelaskan kepada Tangsel Pos, Kamis (24/6).
Akan tetapi, lanjut Ray, Tangsel merupakan kota baru setelah dimekarkan dari Kabupaten Tangerang. Menurutnya, suatu masalah jika walikota dan wakil walikota berasal dari kalangan pengusaha.
“Pembangunan bukan berdasarkan fisik saja. Sistem yang ada di pemerintahan nantinya juga harus dibangun. Dengan begitu, roda pemerintahan bisa berjalan. Paling tidak, biokrat berpasangan dengan pengusaha. Dari kalangan internal juga bisa,” paparnya.
Senada itu, pengamat politik Universitas Pamulang Amarno Y Wiyono mengatakan, pasangan ideal untuk Tangsel yakni dari kalangan birokrat dan pegusaha.
Kombinasi tersebut setidaknya mampu memajukan reformasi birokrasi di Tangsel.
“Pasangan pemimpin dari kalangan birokrasi tidak tepat juga. Sebab nanti tidak akan mampu untuk mentransformasikan semangat wirausaha jiwa birokrat. Hal ini akan menyulitkan proses reformasi birokrasi,” kata Amarno yang juga menjabat sebagai Koordinator Kelas Eksekutif Unpam.
Ditanya tentang bakal calon yang sudah muncul di Tangsel, beberapa bakal calon dari kalangan birokrat menurut Amarno sudah memenuhi syarat.
Sementara itu, Direktur Program dan Riset Forum Demokrasi untuk Indonesia (FD.I), Efriza mengatakan, pihaknya memang sempat melakukan riset kepada kalangan intelektual terkait pasangan yang ideal untuk Kota Tangsel. Hasilnya beberapa birokrat di daerah induk mencuat, seperti Benyamin Davnie, yang dinilai memiliki kapasitas menjadi walikota Tangsel. (az)

Kamis, 01 Juli 2010

PRESS RELEASE - Peran dan Keberpihakan Kaum Intelektual Dalam Pembangunan Tangerang Selatan -

Sebagai daerah baru, Kotamadya Tangerang Selatan (Tangsel) harus dikelola secara baik agar tidak terjadi kemacetan dalam pembangunan. Momentum ini tentunya harus mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak dalam kerangka menciptakan dinamika pembangunan yang berkesinambungan. Proses yang berlangsung baik diharapkan memunculkan hasil yang baik, dan pengawalan terhadap keberlangsungan proses ini menjadi hal mutlak yang harus dilakukan. Salah satu pihak yang harus mengambil peran dalam suksesi ini adalah kaum cendikiawan atau intelektual.

Keberadaan kaum cendikiawan atau intelektual di Tangsel diharapkan tidak hanya menjadi kelompok pengamat ataupun penduduk pasif yang monoton. Di sisi lain, tenaga dan pikiran kelompok tersebut dapat bermanfaat dalam proses pembangunan Kota Tangsel. Sebagian bahkan berpendapat bahwa harus ada komposisi yang pas dari perwakilan kelompok untuk memimpin Tangsel agar terhindar dari pertarungan ekonomi politik yang negatif. Komposisi yang dimaksud misalnya, pengusaha dengan birokrat, pengusaha-tokoh masyarakat, birokrat-tokoh masyarakat ataupun sebaliknya. Salah satu intelektual yang berpendapat demikian adalah Amarno Y. Wiyono, seorang Direktur kelas non regular Universitas Pamulang serta anggota Dewan Kota Tangsel yang berharap muncul pasangan enterpreuner (pengusaha) dengan birokrat dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Tangsel 2010.

Sementara itu, unsur birokrat harus berani mengambil tantangan bersinergi dengan unsur-unsur yang ada, termasuk pengusaha dalam hal menjalankan program pembangunan Tangsel. Beberapa mengatakan persolan Tangsel yang meliputi; perbaikan jalan, pembangunan gedung pemerintahan, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, penataan birokrasi perlu segera dibenahi termasuk didalamnya program-program pro rakyat. Karena jika tidak sesegera mungkin dibenahi, kemungkinan besar Tangsel tidak akan bergerak maju arah pembangunannya bahkan dapat dikatakan mundur ataupun mengalami stagnasi. Apalagi faktanya, sejak Pemilukada di Indonesia, para pejabat pemerintah atau birokrat banyak yang turut ambil bagian. Mereka meninggalkan jabatannya untuk meraih jabatan yang lebih tinggi. Dari hasil pemilukada sejak Juni 2005 yang sudah berlangsung 343 pemilihan, hampir 40 persen dimenangkan kalangan birokrat. Tak dapat dipungkiri, gaya kepemimpinan seorang birokrat kerapkali mengacu kepada sistem dan pola yang sudah ada, sehingga mereka condong mengendalikan, mengarahkan, menjelaskan, dan memberi instruksi sangat pas untuk mengembangkan daerah yang baru berdasarkan kesepakatan awal untuk pemekaran.

Kesimpulannya adalah, kaum cendikiawan atau intelektual harus berani mengambil peran yang lebih maju, dalam arti mampu melibatkan diri sejauh mungkin dalam melakukan praktek pembangunan kota Tangsel. Sementara unsur birokrat harus mempraktekkan kemampuannya ditengah—tengah masyarakat dengan terjun langsung melihat keluhan, kekurangan pembangunan, kondisi kesejahteraan dan melaksanakan amanah yang telah diberikan masyarakat. Bahkan dalam Pemilukada Tangsel 2010, kalangan birokrat dari daerah induk yang mengerti maksud dan tujuan pemekaran harus berani terlibat dalam pertarungan tersebut tanpa meninggalkan kaum cendikiawan atau intelektual dan mampu bergandengan tangan dengan kelompok-kelompok lain seperti pengusaha dalam menjalankan roda pemerintahan di Kota Tangsel. Hal ini diusulkan guna menjaga stabilitas ekonomi politik Tangsel lima tahun kedepan sebagai sebuah daerah yang baru dimekarkan.


Ciputat, 1 Juli 2010

Hormat Kami,


Efriza, S.IP
(Direktur Program dan Riset)

Radar Banten/Radar Banten dot Com -Birokrat Dibutuhkan Pimpin Tangsel, Jumat, 25-Juni-2010, 08:53:12, h. 18

Sebagai daerah otonom yang baru lahir, Kota Tangsel memerlukan penataan di berbagai bidang, yang itu bisa dilakukan seorang figur birokrat. Demikian kesimpulan dari diskusi terbatas bertajuk ‘Pemimpin Profesional Membangun Tangerang Selatan’ di sebuah rumah makan di kawasan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Kamis (24/6).
Hadir dalam diskusi ini antara lain Direktur Program dan Riset Forum Demokrasi untuk Indonesia (FD.I) Efriza dan pemerhati pemerintahan Ericson Hutabarat. Efriza mengatakan, kehadiran figur birokrat akan membantu merumuskan pembangunan Kota Tangsel di masa mendatang.
Ia mendorong dan bahkan menantang kalangan birokrat di Tangerang untuk mau tampil dalam kancah Pilkada Kota Tangsel. “Birokrat kami yakini mampu menyumbang pemikiran dan keahliannya untuk kemajuan Kota Tangsel,” kata sarjana ilmu politik ini.
Sementara itu, Ericson Hutabarat menambahkan, figur birokrat dapat menjadi kekuatan untuk sebuah kemajuan daerah. Ericson bahkan menilai ada sejumlah figur birokrat yang pantas dan mampu untuk sebuah kemajuan di Kota Tangsel. Salah satunya ia menyebut nama mantan Calon Wakil Gubernur Banten Benyamin Davnie yang kini menjabat Kepala Dinas Tata Ruang Pemkab Tangerang.
Dalam satu kesempatan, Benyamin Davnie mengatakan, dirinya tak pernah berpikir maju dalam perhelatan pemilihan kepala daerah. Begitu pun ketika dirinya tampil sebagai salah satu kandidat dalam Pilkada Banten 2006 lalu. “Saya hanya berpikir bagaimana bisa menjalankan tugas yang saat ini saya pegang dapat maksimal,” kata Ben, sapaan Benyamin Davnie. (dai/man/del)