Selasa, 07 Desember 2010

Kisruh BK DPR Dibiarkan? lokasi: Home / Berita / OPINI / [sumber: Jakartapress.com]


Rabu, 08/12/2010 | 08:27 WIB
Kisruh BK DPR Dibiarkan?
Oleh: Efriza *)

KISRUH di Badan Kehormatan (BK) DPR RI tidak akan selesai. Karena PDIP setelah merasa ‘dikerjai’ oleh partai-partai lain di DPR, juga berprinsip dua anggotanya ditarik dari BK DPR sampai fraksi-fraksi lain merombak total keanggotaannya. Semua bermula dari Rapat Pimpinan DPR yang dihadiri pemimpin DPR dan pemimpin fraksi-fraksi pada 25 November lalu. Rapat membahas kisruh di tubuh BK DPR akibat konflik antara anggota BK dengan ketuanya, yakni Prof Gayus Lumbuun.

Kisruh ini juga terkait adanya laporan dari sepuluh LSM pada Kamis (18/11), yang mengatasnamakan Civil Society mengadukan delapan anggota BK DPR kepada Ketua BK DPR Gayus Lumbuun, karena ke delapan anggota BK DPR itu diduga melanggar etika Dewan ketika melakukan kunjungan kerja ke Yunani. Sepuluh LSM tersebut antara lain Komite Pemilih Indonesia (Teppi), Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), Transparency International Indonesia (TII) dan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).

Sedangkan, delapan anggota DPR yang dilaporkan adalah Nudirman Munir dan Chaeruman Harahap (Golkar), Salim Mengga (Partai Demokrat), Darizal Basir (Partai Demokrat), Anshori Siregar (PKS), Abdul Razak Rais (PAN), Usman Jafar (PPP), dan Ali Machsan Moesa (PKB). Lalu diputuskan dalam Rapat Pimpinan DPR, semua fraksi harus menarik anggotanya dan menggantinya dengan yang baru.

Namun kenyataannya, mayoritas fraksi ternyata tidak mau menganti anggotanya yang duduk di BK DPR. Hanya PDIP yang benar-benar mengganti anggotanya di BK dengan anggota baru. Gayus Lumbuun (Ketua BK) digantikan Moh Prakosa. Wakil PDIP lainnya M Nurdin digantikan Sri Rahayu.

Fraksi Partai Golkar hanya mengganti satu dari anggota BK. Chairuman Harahap diganti oleh Edison Betaubun. Sedangkan Nudirman Munir tetap diusulkan sebagai anggota BK, yang akhirnya juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Kehormatan. Partai Demokrat pun mengganti hanya satu dari tiga anggota BK. Darisal Basir digantikan Abdul Gafar Patappe. Sementara, Abdul Wahab Dalimunthe dan Salim Mengga tetap. Dan yang disebutkan terakhir, termasuk yang diadukan oleh kesepuluh LSM tersebut.

Fraksi lain, seperti PKS dengan anggotanya Ansori Siregar, PPP dengan anggotanya Usman Jafar, PKB dengan anggotanya Ali Maschan Moesa, dan PAN dengan Abdul Razak Rais, tetap menduduki kursi anggota BK. Padahal, kader mereka ini sebelumnya diadukan ke BK karena dugaan ‘jalan-jalan’ ke Turki, saat kunjungan kerja di Yunani.

Kemudian pada tanggal 30 September 2010, Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan melantik anggota DPR yang baru. Dari sinilah persoalan berlanjut, PDIP akhirnya menarik dua anggotanya. Persoalan tidak mencair karena partai-partai lain bersikukuh tidak akan mengganti anggotanya di Badan Kehormatan. Mereka merasa tidak melanggar kesepakatan yang dibuat pimpinan dewan dan fraksi, setiap fraksi hanya diminta mengevaluasi anggotanya, serta tidak ada kesepakatan yang meminta fraksi harus mengajukan nama baru di BK.

Persoalan semakin semerawut, karena berdasarkan Pasal 234 ayat (2) Tata Tertib Anggota DPR berbunyi, “Rapat pimpinan Badan Kehormatan adalah rapat pimpinan Badan Kehormatan yang dipimpin oleh Ketua Badan Kehormatan atau salah seorang wakil ketua Badan Kehormatan yang ditunjuk oleh Ketua Badan Kehormatan.” Sehingga, rapat-rapat Badan Kehormatan DPR terancam tidak sah dan melanggar Tata Tertib anggota DPR, jika Fraksi PDIP sebagai Ketua Badan Kehormatan tetap tidak mau menaruh anggotanya kembali.

Untuk menyelesaikan proses ini, sepertinya DPR harus belajar dari sikap Mahkamah Konstitusi (MK), ketika Refly Harun menulis dikolom opini dalam Koran Kompas berjudul ‘MK Masih Bersih?’ Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD langsung menunjuk Refly Harun untuk membentuk Tim Investigasi atas isu suap di Mahkamah Konstitusi tersebut dan hasil investigasinya akan segera dilaporkan oleh Refly Harun dalam beberapa hari ini.

Sebenarnya, bisa saja Mahfud MD memeriksa sendiri para hakim konstitusi tersebut. Atau membuat opini balasan untuk klarifikasi terhadap opini yang dibuat oleh Refly Harun. Tetapi karena Mahfud MD punya itikad baik untuk membersihkan lembaga yang dipimpinnya dari isu suap tersebut, serta agar kepercayaan rakyat terhadap Mahkamah Konstitusi tidak hilang, maka ia pun mempersilahkan Refly Harun melakukan investigasi.

Bahkan, jika ada hakim yang terbukti menerima suap dan pemerasan. Mahfud MD juga siap menjalankan sumpahnya untuk mundur jika ada hakim yang terlibat, sebagai bentuk tanggungjawabnya sebagai pemimpin, karena dia secara tidak langsung dianggap gagal. Tetapi, jika hasil investigasi antiklimaks, MK tetap meminta tanggungjawab Refly Harun secara moral.

Ini mungkin jalan keluar yang terbaik dari kisruh di BK DPR, yaitu membentuk Tim Investigasi dari kesepuluh LSM yang melaporkan itu. LSM-LSM itu juga pasti akan senang mendapatkan tantangan untuk melakukan investigasi atas laporan mereka, sebab ini menyangkut nama baik lembaga mereka dan kredibilitasnya ke depan.

Jadi, partai-partai tidak usah sama-sama bersikukuh hanya untuk saling mengganti anggotanya di BK atau merasa telah melakukan pemeriksaan terhadap kadernya, tetapi permasalahan yang sebenarnya yaitu laporan Koalisi LSM ‘jalan-jalan ke Turki,’ tetap tak tersentuh atau bila perlu dihilangkan, bahkan yang juga tak masuk akal adalah jika aduan itu diperiksa oleh kepengurusan BK yang baru, artinya mereka akan memeriksa dirinya sendiri.

Selain itu, pelajaran yang bisa dipetik dari kasus investigasi di MK, untuk mengantisipasi dari opini anggota DPR bahwa tidak ada ketentuannya di Tata Tertib DPR atau UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD), cukup berkaca di MK bahwa juga tidak ada dalam aturan di MK mengatur seperti itu, tetapi itu berasal dari iktikad baik dan semacam konvensi membangun lembaga yang bersih.

Sehingga dengan demikian, persoalan benang kusut di BK DPR dapat segera terselesaikan, bahkan jika memang yang dilaporkan tidak bersalah tetap dapat dipertahankan tanpa ada perselisihan dan penilaian negatif dari masyarakat, atau Gayus Lumbuun sekali pun jika ingin tetap ditempatkan kembali di BK dapat dilakukan karena perselisihannya sebagai mantan ketua BK dengan bekas anggotanya telah selesai. (•)


*) Efriza - Penulis buku “PARLEMEN INDONESIA GELIAT VOLKSRAAD HINGGA DPD; Menembus Lorong Waktu Doeloe, Kini, dan Nanti”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

html