Kamis, 13 Oktober 2011

Legitimasi Keterpilihan Anggota DPR Dipertanyakan?

Efriza
Ketua Forum Demokrasi untuk Indonesia (FD.I)
Pemilu Legislatif 2009 sudah dua tahun berlalu. Tapi borok Pemilu 2009 semakin menyegat tercium. Pada awal tahun 2011, Fernita Darwis, penulis buku “PEMILIHAN SPEKULATIF, Mengungkap Fakta Seputar Pemilu 2009,” me-launching bukunya. Kebetulan saya diminta untuk menjadi koordinator Tim Riset yang terdiri dari Peneliti dan Reporter sebuah Koran ternama di Indonesia.
Kami menemukan fakta bahwa penyelenggaraan Pemilu Legisatif tersebut bermasalah sejak proses data pemilih, penetapan parpol peserta pemilu, pencalonan, pemungutan suara, rekapitulasi dan penghitungan kursi hasil pemilu, hingga penetapan hasil Pemilu 2009. Hasil temuan kami ini ternyata menjadi kenyataan ketika merebak isu anggota-anggota terpilih seharusnya tidak berhak memiliki kursi tersebut, seperti yang sekarang telah bergulir hasil Panja Mafia Pemilu, bahwa memang ditemukan fakta adanya Surat MK yang dipalsukan.
Tapi sangat disayangkan, perjalanan surat palsu tersebut tidak ditelusuri secara benar-benar terang-benderang malah terkesan ingin menjatuhkan image salah satu partai saja, yakni Partai Demokrat. Memang tak bisa dimungkiri, Andi Nurpati, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sekarang menjadi Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat (PD) ditenggarai ikut terlibat pemalsuan surat tersebut yang diperuntukkan bagi kemenangan Dewi Yasin Limpo.
Faktanya, meski telah diketahui Andi Nurpati turut terlibat, tapi kepolisian hingga kini tidak dapat menjerat Nurpati menjadi tersangka. Bahkan, menariknya sebelum penetapan anggota DPR terpilih, beredar isu bahwa adanya 16 surat Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipalsukan terkait hasil sengketa hasil pemilu. Semestinya, persoalan ini ditelusuri, kita sudah mendengar kabar bahwa adanya surat panitera MK yang ditandatangani oleh Zaenal yang lainnya, yang tidak sesuai amar. Seperti, dalam amar putusan MK hanya menyebut suara PPP atau suara partai dan sama sekali tidak menyebut nama Ahmad Yani (PPP). Kondisi ini tak pelak, mengubur keberhasilan Usman M. Tokan (PPP) mendapatkan kursi tersebut. Bahkan, atas kasus ini Usman M. Tokan sudah melaporkan kasus ini pada Juni 2010 ke Bareskrim dengan Nomor LP/396/VI/2010/BARESKRIM.
Perkembangan kasus ini adalah, merebaknya kasus Halmahera Barat. Kasus Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, bermula saat pemilihan legislatif 2009, M Syukur Mandar selaku caleg Partai Hanura, mengklaim mendapat 18.179 suara di Halmahera Barat.
Namun, versi KPU setelah dihitung ulang Mandar hanya memperoleh 12.714 suara. Dampaknya suara Partai Hanura secara keseluruhan di Maluku Utara turun dari 40.175 suara menjadi 35.591 suara. Konsekuensinya, kursi DPR yang seharusnya menurut Syukur menjadi haknya itu berpindah ke orang lain.
Kasus gugatan Syukur mulai disidangkan di MK pada 12 Mei 2009. Setelah serangkaian sidang, pada 22 Juni 2009 MK memutuskan menolak gugatan Syukur. Syukur menuduh KPU menggunakan data rekapitulasi palsu untuk bukti ke MK sehingga dia kalah.
Atas kasus ini, status Ketua KPU sesuai versi Kejaksaan Agung menjadi tersangka. Patokannya adalah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tanggal 27 Juli 2011 dari Bareskrim Polri yang diterima Jaksa Agung Muda Pidana Umum. Setelah bocor ke publik, Bareskrim mengklarifikasi status Ketua KPU belum tersangka dan diakibatkan salah ketik dalam penyusunan SPDP, (www.republika.co.id).
Persoalan surat palsu ini harus segera diselesaikan secara terang-benderang. Kasus-kasus seperti ini bukan hanya masalah surat palsu, seperti kasus lainnya yang tidak terekspos adalah, ketika terjadi Hasil Perhitungan Ulang Tulang Bawang, yang menggeser posisi keterpilihan Itet (PDIP) digantikan oleh Erwin (PDIP) dengan selisih suara sekitar 800-900, tapi perkembangan kasus ini Erwin diberhentikan dari PDIP sekitar 3 bulan saja menikmati kursi empuk Senayan, namun sunyi dari pemberitaan media massa. Erwin di PAW menurut sumber Anggota DPR dari PDIP, bahwa, “Ada permasalahan internal partai terkait dengan hasil suara yang bersangkutan saat Pemilu 2009, setelah dilakukan klarifikasi dan pengumpulan data-data melalui Komite Disiplin Partai akhirnya DPP melakukan PAW terhadap yang bersangkutan.” Kasus lainnya, yakni terpidana tetap lolos menjadi anggota DPR, yang akhirnya Izzul Islam (PPP) harus di berhentikan oleh Badan Kehormatan (BK) DPR karena kasus Ijazah Palsu dalam keikutsertaan terdakwa pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bupati Lombok Barat.
Berbagai kasus tersebut memperlihat Pemilu 2009 lalu penuh spekulatif. Dan, derajat legitimasi keterwakilan hasil pemilu tersebut rendah, karena hasil pemilu tidak mewakili rakyat dan kehendak politik pemilih. Bahkan, yang memperihatinkan dari hasil Pemilu 2009 adalah Berapa Banyak Anggota DPR Yang Terpilih Bukan Wakil Rakyat Yang Dipilih Dan Terpilih Pada Pemilu 2009 lalu? Kasus ini harus segera dibongkar, sehingga yang terpilih adalah Wakil Rakyat Yang Dipilih dan Terpilih. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

html