Kamis, 01 Desember 2011

STRATEGI MENYELAMATKAN PARTAI DEMOKRAT, ANAS URBANINGRUM HARUS MUNDUR

Oleh: Efriza, Koordinator Program & Riset Forum Demokrasi untuk Indonesia (FD.I)
Partai Demokrat (PD) dibawah kepemimpinan Ketua Umum Anas Urbaningrum yang terpilih melalui Pemilihan Demokratis internal pada 23 Mei 2010, di Bandung; semakin hari, bulan hingga tahun makin mendapatkan sorotan, cerca, dan berdampak penurunan popularitas Partai Demokrat.
Untuk mencegah penurunan suara Partai Demokrat secara tajam pada Pemilu 2014 nanti, sudah semestinya Anas Urbaningrum mundur dari kepemimpinan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, karena ketidakmampuannya menakhodai. Lalu, mengapa Penulis mengusulkan pengunduran diri Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat? Untuk memahaminya sebagai berikut.
Tidak Cakap Membentuk Kepengurusan
Belum bekerja kepemimpinan Ketua Umum Anas Urbaningrum sudah menimbulkan permasalahan, seperti pembentukan susunan kepengurusan Partai Demokrat dinilai sangat gemuk, tak kurang, 130 orang duduk sebagai pengurus lengkap Partai Demokrat 2010-2015. Realistis ini menunjukkan Anas tak leluasa menentukan struktur kepengurusan.
Permasalahan lain ternyata membuntuti dari penilaian negatif kepengurusan yang gemuk, yaitu orang-orang yang memegang jabatan prestise tersebut masih terbelit kasus korupsi, sebut saja kasus suap proyek pembangunan pelabuhan kawasan timur Indonesia.yang menyeret Jhonny Allen Marbun pada jabatan DPR periode 2004-2009 lalu, Jhonny Allen Marbun yang dipercaya Wakil Ketua Umum I. Berikutnya, Djufri Ketua Departemen Dalam Negeri, yang juga Anggota Komisi II DPR dan mantan Wali Kota Bukittinggi ini adalah terdakwa kasus korupsi dalam pembelian lahan untuk lahan kantor wali kota dan DPRD Kota Bukittinggi tahun 2009.
Perekrutan komisioner KPU Andi Nurpati oleh Partai Demokrat sebagai Ketua Divisi Komunikasi Politik, yang digambarkan sebagai cermin dari kegagalan praktik politik konstitusional dan sebaliknya memasuki ranah pelanggaran konstitusi. Praktik ini telah mencoreng wajah Partai Demokrat, ditambah lagi kesan yang melekatinya bahwa ini merupakan kebijakan orang-perorang yang memiliki kewenangan untuk memasukkan Andi Nurpati dalam struktur partai.
Lemahnya Kepemimpinan
Permasalahan datang silih-berganti, dan bahkan belum dapat dituntaskan sudah muncul masalah lagi. Tetapi kebijakan tegas Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum, tidak pernah terdengar. Malah, yang merebak adalah isu korupsi yang menyeret Anas Urbaningrum.
Terbongkarnya kasus suap Wisma Atlet SEA Games, Palembang, Sumatera Selatan bukan hanya menjerat Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin. Dalam kasus tersebut Nazaruddin menyebut keterlibatan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga yang juga menjabat Sekretaris Dewan Pembina Andi Mallarangeng, anggota DPR dan Wasekjen I Angelina Sondakh, Wakil Ketua Banggar DPR dan Wakil Bendahara Umum II Mirwan Amir, bahkan Ketua Umum PD Anas Urbaningrum juga disebut terlibat di dalamnya.
Nazaruddin pun memiliki banyak permasalahan lainnya, seperti Proyek Hambalang. Kasus ini mencuat setelah Nazaruddin mengakui ada aliran uang ke kongres Partai Demokrat di Bandung tahun lalu senilai Rp 50 miliar. Proyek Hambalang dibangun sejak 2010 di atas lahan seluas 30 hektare. Sumber dana proyek senilai hampir Rp 1,2 triliun ini dari Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Isu ini semakin memanas, ketika Ketua Baleg DPR dari Partai Demokrat Ignatius Mulyono mengakui dirinya pernah dimintai tolong oleh Anas Urbaningrum untuk menghubungi Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto, untuk mengurus masalah tanah proyek di Desa Hambalang, Sentul, Bogor.
Bukan hanya Nazaruddin, yang terlilit masalah korupsi, kader Partai Demokrat lainnya adalah anggota Komisi II DPR Amrun Daulay melakukan tindak pidana korupsi pada kasus pengadaan mesin jahit dan sapi impor pada tahun 2004. Anggota DPR dan Wakil Ketua Umum II Max Sopacua, diduga ikut menerima aliran dana dari korupsi di Kementerian Kesehatan (dulu Depkes) pada 2007. Kasus terbaru yakni menyeret Anggota DPR dan Ketua Departemen Perekonomian Sutan Bhatoegana, terseret kasus korupsi pengadaan solar home system di Kementerian ESDM tahun 2009. Dan lagi-lagi Jhonny Allen Marbun kasus barunya yakni diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) pada 2008. Masih ada Pengurus Partai Demokrat lainnya yang terlibat dalam kasus pidana namun bukan korupsi seperti Ketua Divisi Informasi dan Komunikasi Partai Demokrat Andi Nurpati yang terlibat dalam kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi.
Juga adanya Pengurus Partai Demokrat yang bermasalah akibat “lidah tidak bertulang-nya” seperti Ruhut Sitompul anggota DPR yang selalu menimbulkan kontroversi sampai digugat istrinya karena berpoligami, selain itu juga Anggota DPR dan Wakil Sekjen IV Ramadhan Pohan yang menyulut perselisihan dengan partai-partai lain karena penyebutan inisial ‘A’ yang dianggapnya sengaja merusak citra Partai Demokrat. Perilaku Pengurus Partai Demokrat ini kontraproduktif dengan Pendiri sekaligus Dewan Pembina Partai Demokrat SBY yang santun dalam bertutur, dan tidak emosional. Realistis ini semakin merugikan Partai Demokrat
Terbelenggunya Partai Demokrat atas permasalahan personal kader-kader yang notabene adalah Pengurus bahkan Ketua Umum menyebabkan terbengkalainya kebijakan-kebijakan dalam kepartaian untuk menangani permasalahan ini. Dipastikan akan berdampak pada penurunan kembali elektabilitas Partai Demokrat yang sekarang 15,5% berdasarkan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Juni 2011, bahkan dipastikan dapat menambah persentase penilaian responden terhadap partai yang kinerjanya mengecewakan, seperti survey Reform Institute Oktober lalu yang menggelar survei terkait kinerja partai. Salah satu yang ditanyakan pada responden yakni partai yang kinerjanya mengecewakan. Hasilnya, Partai Demokrat berada diurutan teratas dengan persentase 32,64%.
Benahi Partai Demokrat atau Terpuruk
Lemahnya kepemimpinan Anas Urbaningrum, sinyalnya sudah tertangkap jelas. Pada saat penyelenggaraan diskusi serial FD.I, 11 Mei 2011, mengenai “Kiprah Partai Demokrat Di Parlemen” Anggota DPR Partai Demokrat Hayono Isman sebagai pembicara, menyindir kelemahan kepemimpinan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat, atas ketidakmampuannya dalam melakukan perlawanan balik terhadap maneuver fraksi-fraksi di Senayan, sehingga “Imbasnya, Partai Demokrat dikucilkan oleh asumsi isu Century yang berhembus menerpa Partai Demokrat.”
Kelemahan kepemimpinan Anas Urbaningrum semakin kentara, dari banyaknya kader-kader yang dia percayai jabatan kepengurusan, ternyata bermasalah, bahkan hingga dirinya. Tertangkap kesan, bahwa pemilihan kepengurusan lebih karena hutang budi bukan kredibilitas, dan integritas kader tersebut.
Lagi-lagi ketika permasalahan kader ini tidak diselesaikan, mengakibatkan Partai Demokrat dalam rangka menawarkan program dan mensosialisasikan melalui kegiatan-kegiatan kepartaian tidak terdengar kondisi ini kontraproduktif dari dibentuknya 41 Departemen dari Kepengurusan Partai Demokrat, bahkan Perayaan Ulang Tahun Partai Demokrat di tahun ini saja dibatalkan dalam rangka peremenungan dan mencegah apatis publik terhadap Partai Demokrat. Lalu, kondisi yang turut menyertai adalah manuver Fraksi Partai Demokrat juga menjadi samar terdengar dalam rangka pembahasan Undang-Undang di DPR, tertutup oleh berita-berita korupsi kader-kader Partai Demokrat, lagi-lagi seharusnya Partai Demokrat lebih bersuara dan memiliki peluang besar untuk mengawal Kebijakan Presiden SBY apalagi Ketua Badan Legislasi dijabat oleh kader Partai Demokrat.
Melihat kajian ini, sudah sepantasnya Anas Urbaningrum mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat, dan jabatan ini diserahkan kepada Edhie Baskoro Yudhoyono selaku Sekretaris Jenderal. Pengunduran diri Anas Urbaningrum juga dalam rangka membersihkan persoalan yang melibatkan personalnya, bahkan pengunduran diri Anas Urbaningrum tidak merusak momentum kepemimpinan kaum muda karena kaum muda juga bukan hanya bisa merebut tongkat kepemimpinan tetapi juga sanggup mengakui diri jika tidak mampu mengelola kepemimpinan dengan pengunduran diri sejak dini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

html