Minggu, 03 Oktober 2010

TELAH TERBIT: "PARLEMEN INDONESIA GELIAT VOLKSRAAD HINGGA DPD; Menembus Lorong Waktu Doeloe, Kini, dan Nanti"


KATA PENGANTAR
IRMAN GUSMAN
KETUA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, lembaga perwakilan di Indonesia telah mengalami berbagai pergulatan konsep. Berbagai penyempurnaan dan perubahan sesuai dengan konteks zaman, kondisi politik, dan tentunya didasarkan pada konstitusi negara UUD 1945 telah dilakukan. Penyesuaian dari periode ke periode tersebut memberikan pelajaran dan pengalaman bagi terwujudnya sistem ketatanegaraan Indonesia yang lebih baik dan lebih mapan lagi. Saat ini, lembaga perwakilan Indonesia telah menemukan konsep terbarunya yang disesuaikan dengan tuntutan zaman, dengan melahirkan sebuah lembaga baru yang bertugas mewakili dan menyuarakan aspirasi daerah, dengan nama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.
Keberadaan lembaga perwakilan merupakan syarat penting dalam mewujudkan kedaulatan rakyat. Jika kita melihat kembali perjalanan lembaga perwakilan di Indonesia sejak Indonesia belum merdeka pun lembaga perwakilan sudah dibentuk oleh kolonial Belanda yang pada masa itu bernama Volksraad. Ketika negara Indonesia telah berdiri, Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan terbentuknya lembaga perwakilan yang dapat mengaktualisasikan karakteristik Indonesia. Namun, pada saat itu lembaga MPR belum sempat dibentuk dan keberadaannya digantikan dengan Badan Pekerja Komite Nasional. Pada masa Republik Indonesia Serikat 1949, atas keinginan Belanda dibentuk negara Federal dengan struktur organisasi parlemen Bikameral, dengan Senat sebagai perwakilan teritorial.
Memasuki masa UUD Sementara 1950, Indonesia kembali dengan struktur organisasi Parlemen unikameral. Selanjutnya melalui dekrit Presiden 5 Juli 1959 UUD 1945 diberlakukan kembali. Pada masa itu dibentuk MPRS walaupun kedudukannya masih merupakan kepanjangan tangan dari Presiden, tapi Pemerintah Indonesia mulai mengikuti struktur Parlemen yang diperintahkan UUD 1945.
Tekad melaksanakan amanat UUD 1945 pada masa orde baru dilakukan dengan cara mengembalikan memfungsikan MPR. Sebagai lembaga tertinggi negara, MPR merupakan pemegang kedaulatan rakyat secara penuh. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances) pada institusi ketatanegaraan. Penyerahan kekuasaan tertinggi pada MPR merupakan kunci yang menyebabkan kekuasaan pemerintahan negara seakan-akan tidak memiliki hubungan dengan rakyat. Sejalan dengan desakan masyarakat untuk penyempurnaan aturan dasar mengenai tatanan negara dan jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat, maka pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 MPR telah melakukan 4 (empat) kali perubahan UUD 1945. salah satu perubahan penting adalah dibentuknya DPD RI yang anggotanya dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Kehadiran lembaga legislatif DPD RI, sebagai buah reformasi dan hasil amandemen ketiga UUD 1945 pada tahun 2001, dalam format sistem perwakilan politik menandai fase baru hubungan antara institusi kekuasaan dengan warga negara. Keberadaan DPD telah mengubah sistem perwakilan politik, menegaskan supremasi “kedaulatan rakyat,” serta mengubah pola hubungan antar lembaga negara, termasuk lembaga negara dalam lingkup legislatif.
Namun perubahan UUD 1945 telah menegaskan kesejajaran lembaga-lembaga negara yakni Presiden, MPR, DPR, DPD, MK, KY, BPK, dan MA. Tiga lembaga negara baru yakni DPD, MK, dan KY merupakan lembaga negara yang lahir dari proses reformasi. Kelahiran lembaga-lembaga negara baru ini menandai era “supremasi konstitusi” bukan lagi “supremasi kekuasaan” seperti yang pernah dipraktekkan di masa Orde Baru. Kekuasaan tidak lagi bersifat mutlak di tangan satu-dua lembaga, melainkan kekuasaan itu di-share bersama pada tiga cabang kekuasaan yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif dengan posisi yang sejajar. Hal ini dimaksudkan untuk saling kontrol dan menyeimbangi sehingga terbangun institusi kekuasaan yang kuat.
Dalam konteks perwakilan politik, keberadaan DPD telah memberi warna baru atas perubahan sistem parlemen. Utusan Daerah yang dulunya diangkat untuk duduk di MPR ditransformasi menjadi lembaga perwakilan yang berbasis pada representasi daerah dan keanggotaannya dipilih secara langsung oleh rakyat dalam sebuah pemilihan umum bersama dengan pemilihan anggota DPR.
Perlahan namun pasti Indonesia melakukan penyempurnaan dalam format lembaga perwakilan politiknya. Jika dilihat secara teoritis, perwakilan politik hadir karena adanya keterbatasan manusia dalam menyalurkan kepentingannya. Lahirnya pandangan-pandangan para pemikir negara seperti J.J. Rousseau, John Lock, Montesquie, Thomas Hobbes, hingga para pemikir demokrasi perwakilan seperti Edmund Burke (1779), John Stuart Mill (1861), Karl Loewistein (1922), Alfred de Grazia (1968) dan Pitkin tak dapat dipisahkan dari semangat membangun institusi negara yang akomodatif terhadap keragaman kepentingan masyarakat modern. Hal ini berkembang karena kelemahan sistem pemerintahan feodal yang hanya menguntungkan para tuan tanah (lords) sementara rakyat kebanyakan hanya menjadi objek.
Dalam konteks perwakilan politik di Indonesia, DPD RI lahir dari konsensus politik nasional untuk memperkuat fungsi perwakilan politik di tingkat nasional, disamping perwakilan politik DPR. Tujuan dari keberadaan DPD adalah menjembatani kepentingan daerah dengan kebijakan nasional sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam pengambilan keputusan politik yang berkaitan langsung dengan daerah.
Salah satu alasan atas penyempurnaan struktur lembaga perwakilan Indonesia itu antara lain dimaksudkan untuk memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah NKRI dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah-daerah, meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah-daerah, mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah-daerah secara serasi dan seimbang. Lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum memiliki fungsi yang berkaitan dengan representasi aspirasi masyarakat. Melalui buku ini masyarakat akan memiliki gambaran secara utuh dan jelas tentang pentingnya keberadaan sebuah lembaga legislatif dalam sebuah negara. Dalam konteks Indonesia, MPR, DPR dan DPD merupakan wadah terbaik untuk menyerap aspirasi dalam upaya pemecahan berbagai persoalan bangsa. Lembaga legislatif Indonesia dapat menjadi fasilitator dan mediator berbagai hambatan yang sedang dihadapi oleh masyarakat saat ini.


Jakarta, 21 Juli 2010
Ketua Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia,


Irman Gusman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

html