Selasa, 22 Juni 2010

Partai Golkar (Tidak) Keluar Dari Koalisi Pendukung Pemerintah

Oleh: Efriza, Penulis buku Politik “Ilmu Politik; Dari Ilmu Politik sampai Sistem Pemerintahan”
Setelah gagal dalam merealisasikan keinginan memasukkan anggaran Dana Aspirasi 15 miliar per-anggota atau 8,4 Triliun dalam APBN 2011. Partai Golkar menebar ancaman akan angkat kaki dari Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi. Namun, bukan hanya ancaman saja, tapi Partai Golkar sepertinya tak kehabisan akal untuk mengerogoti APBN, misalnya, Paartai Golkar menawarkan penggelontoran dana Rp. 1 miliar per desa/kelurahan.
Penggelontoran ini memang sangat membenani APBN, jumlah desa di Indonesia lebih dari 70 ribu sehingga anggaran yang digelontorkan bisa mencapai Rp. 70 Triliun lebih. Penggelontoran tersebut juga bukan hanya membebani APBN saja, tapi pengelontoran ini pada intinya memperlihatkan partai pendukung pemerintah seperti Partai Golkar, secara tersurat ingin menyatakan bahwa Pemerintah telah gagal dalam melakukan pembangunan di daerah-daerah. Dari makna tersebut, menunjukkan Partai Golkar, ingin memperlihatkan kembali aksinya sebagai partai tengah, yang mana memainkan peran sebagai oposisi tapi juga sebagai pendukung koalisi pemerintah.
Partai Golkar memang sejak 2004, meski berada di pemerintahan dan mendapatkan kekuasaan sebagai wakil presiden melalui Ketua Umum sekaligus Wakil Presiden M. Jusuf Kalla, partai ini tetap memainkan sebagai partai tengah, perlu ditegaskan kembali, bahwa Partai Golkar tidak tegas mengatakan sebagai oposisi pemerintah seperti PDIP tapi selalu mengkritisi pemerintah bahkan bukannya mengawal kebijakan pemerintah. Misalnya, dari 13 kasus Usul Penggunaan Hak Angket DPR, sekitar 7 jenis (53,8%) usulan, yang mana Partai Golkar selalu sebagai inisiasi usulan seperti Hak Angket terhadap Kebijakan Pemerintah Menaikan Harga BBM tanggal 23 Mei 2008.
Menariknya lagi, Partai Golkar sepanjang periode 2004-2009 lebih dari 10 kali, selalu menebarkan ancaman dengan menyatakan ingin keluar dari Koalisi Pemerintah. Begitu pula, yang terjadi sekarang telah dua kali partai Golkar menebarkan ancaman tersebut, misal pada saat bergulirnya kasus century dan setelah gagalnya usulan tentang dana aspirasi.
Namun, lagi-lagi ini hanya taktik lama Partai Golkar untuk meminta perhatian pemerintah bahwa Partai Golkar akan selalu menjadi partai tengah, yakni berada di pemerintahan dan juga menjadi krikil dari pemerintah, sehingga demikian ancaman Partai Golkar untuk keluar dari Koalisi Pemerintah hanya bualan semata. Tapi sangat disayangkan, bualan ini direspon serius, sehingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Setgab harus berkomunikasi dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, yang juga menjabat Ketua Harian Setgab, untuk membahas masalah tersebut.
Padahal jika memang benar Partai Golkar akan keluar dari Koalisi, maka Partai Golkar tidak akan memilih bergabung dengan pemerintah setelah pasangan yang diusungnya sebagai calon presiden dan wakil presiden Jusuf Kalla-Wiranto kalah, mereka pasti akan memilih bersama PDIP berkoalisi menjadi oposisi, kondisi ini juga persis sama ketika akhirnya kader-kader Partai Golkar melalui Kongres memilih Jusuf Kalla dan Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum dan “mengesampingkan” kandidat lainnya seperti Akbar Tandjung atau Surya Paloh yang akan memilih menjadi oposisi.
Kondisi ini bisa dipahami bahwa Partai Golkar memang tidak pernah bisa di luar pemerintahan karena strategi yang dimilikinya hanya menjadi partai tengah.●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

html